
Geograph.id– Mawar, dugong jantan yang tinggal di perairan Pantai Mali, Alor, telah menjadi simbol persahabatan antara manusia dan alam. Sejak pertama kali ditemukan pada tahun 2000-an, ia tidak hanya menjadi bagian dari ekosistem, sekaligus juga daya tarik wisata yang mempromosikan konservasi laut. Keberadaan Mawar mengundang perhatian wisatawan domestik dan mancanegara yang datang untuk menyaksikannya hidup di bawah keindahan Pantai Mali.
Awal Mula Mawar Ditemukan
Mawar, si dugong jinak dari Alor, pertama kali ditemukan pada tahun 2000-an di perairan Pantai Mali, Alor, Nusa Tenggara Timur. Ia dikenal masyarakat setempat melalui pawangnya, Onesimus La’a atau yang akrab disapa Om One. One bercerita bahwa ia ditemani oleh dua ekor dugong saat ia berlayar pulang dari Pulau Sika untuk menanam mangrove. Kedua dugong tersebut berenang di samping kapal, menemaninya berlayar selama tiga hari berturut-turut.
Kedua dugong itu kemudian ia namakan Mawar dan Melati. Tetapi, hanya Mawar yang lebih sering naik ke permukaan. Pasangan mamalia laut tersebut juga diketahui telah memiliki seekor anak, namun masih enggan memunculkan diri di hadapan banyak orang.
Lucunya, One dan warga tak menyadari jenis kelamin Mawar yang sebenarnya. One mengatakan bahwa pada tahun 2017 barulah Mawar menunjukan jenis kelaminnya yang ternyata jantan. Setelah itu, nama Mawar diberi tambahan kata “di” sehingga menjadi Mawardi. Tetapi, One dan warga setempat tetap memanggilnya dengan nama Mawar.
Pantai Mali, Rumah Mawar yang Memikat
Pantai Mali merupakan salah satu mutiara tersembunyi di Alor yang menawarkan pemandangan laut nyaris sempurna. Dengan garis pantai berpasir putih, laut biru jernih, dan padang lamun yang membentang luas, kawasan ini adalah habitat alami dugong. Lamun (seagrass) menjadi sumber utama makanan bagi Mawar dan satwa laut lainnya.
Kawasan ini juga termasuk bagian dari Selat Pantar, perairan yang dikenal sebagai salah satu surga menyelam dunia. Selat Pantar terkenal di kalangan penyelam dunia karena kekayaan biodiversitasnya. Panorama laut yang masih alami dan terjaga membuat pengunjung tidak hanya bisa bertemu Mawar, tetapi juga menikmati keindahan ekosistem laut tropis.
Ikon Persahabatan Manusia dan Alam
Berkat kelembutan One ketika berinteraksi, Mawar menjadi terbiasa dengan kehadiran manusia, bahkan kerap menampakkan diri kepada wisatawan. Hubungan unik antara Mawar dan One yang membuka jalan bagi lahirnya wisata edukasi berbasis konservasi di Pantai Mali.
Mawar berbeda dari dugong liar yang pada umumnya pemalu. Alih-alih menghindari manusia, ia justru senang mendekat ke perahu-perahu nelayan dan berenang di sekitar mereka dengan gerakan yang tenang. Mawar akan naik ke permukaan begitu mendengar sang pawang memanggil namanya.
Mawar kini lebih dari sekadar dugong jinak. Ia telah menjadi ikon persahabatan antara manusia dan alam. Para wisatawan yang datang dari berbagai penjuru daerah bahkan dunia pastinya tersentuh melihat bagaimana seekor dugong bisa mempercayai manusia sedemikian rupa.
Melalui Mawar, pesan penting tentang konservasi laut dan perlunya menjaga keberlanjutan ekosistem tersebar lebih luas. Mawar mengajarkan bahwa hubungan antara manusia dan alam bukan tentang dominasi, melainkan tentang kepercayaan dan penghormatan.
Upaya Melindungi Mawar
Melihat potensi wisata sekaligus ancaman terhadap kelestarian Mawar, pemerintah daerah Kabupaten Alor mengambil berbagai langkah proteksi. Bersama masyarakat Pantai Mali, mereka menjalankan program edukasi untuk wisatawan, menetapkan aturan interaksi. Wisatawan tidak boleh menyentuh Mawar, harus menjaga jarak, dan tidak boleh memberi makan.
Ekowisata berbasis komunitas berkembang pesat berkat kehadiran Mawar. Nelayan yang dulunya hanya menggantungkan hidup dari hasil tangkapan laut, kini beralih menjadi pemandu wisata> Mereka turut berperan dalam menjaga laut sekaligus mendapatkan penghasilan tambahan.
Pemandu lokal dilatih untuk mendampingi wisatawan, memastikan interaksi yang aman bagi Mawar dan lingkungan sekitarnya. Selain itu, rencana pembentukan kawasan konservasi laut di sekitar habitat Mawar mulai digulirkan untuk menjaga padang lamun dari kerusakan.
PR ke Depan
Kehadiran Mawar memang membawa berkah ekonomi bagi Alor, namun wisatawan dalam jumlah besar tetap berisiko. Jika tidak dikelola dengan bijak, wisatawan dalam jumlah masif berisiko merusak keseimbangan ekosistem. Apalagi, dugong termasuk spesies rentan terhadap perubahan lingkungan menurut IUCN. Tekanan dari aktivitas manusia seperti kebisingan, polusi, atau kerusakan lamun bisa mengancam hidup Mawar.
Oleh karena itu, keseimbangan antara konservasi dan pariwisata harus dijaga ketat. Dengan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan wisatawan yang bertanggung jawab, Alor berharap Mawar tetap dapat berenang bebas di lautnya yang jernih, sebagai simbol hidup tentang betapa indahnya persahabatan manusia dengan alam. Sebab, hadirnya bukan sekadar ikon wisata, tetapi juga lambang bagaimana manusia seharusnya bersikap terhadap alam: penuh kasih, hormat, dan tanpa eksploitatif.