
Geograph.id – Di balik kemajuan peradaban manusia, bumi perlahan kehilangan denyut kehidupan alaminya. Hutan-hutan mengecil, flora fauna mengalami kepunahan, laut menghangat, dan udara tak lagi ramah bagi banyak makhluk yang pernah hidup bebas di alam. Setiap hari, satu per satu spesies tumbuhan dan hewan menghilang, bukan karena seleksi alam, tapi karena ulah tangan manusia sendiri.
Indonesia yang dikenal sebagai salah satu negara megabiodiversitas di dunia juga tak luput dari ancaman ini. Dari sabang hingga Merauke, populasi spesies-spesies endemik seperti Harimau Jawa, Anggrek Hitam, hingga Burung Jalak Bali terus menyusut. Habitat mereka diganti dengan ladang sawit, gedung, dan jalan tol, sementara sebagian lainnya lenyap akibat perburuan, perdagangan ilegal, atau pencemaran lingkungan. Perlahan namun pasti, keanekaragaman hayati yang menjadi kekayaan negeri ini justru terancam punah di tanah kelahirannya sendiri.
Laju Kepunahan Semakin Kencang
Kepunahan spesies merupakan fenomena alami dalam siklus kehidupan di bumi. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, laju kepunahan mengalami percepatan drastis yang sebagian besar disebabkan oleh aktivitas manusia. Menurut laporan dari Kompas, manusia menjadi penyebab utama kepunahan sekitar 1.400 spesies burung di dunia, yang mencakup hampir 12 persen dari total spesies burung yang pernah ada.
Aktivitas manusia yang berkontribusi terhadap kepunahan meliputi perusakan habitat melalui deforestasi dan urbanisasi, perburuan liar, perdagangan satwa ilegal, serta pencemaran lingkungan. Di Indonesia, sekitar 2.432 jenis spesies terancam punah, mulai dari tumbuhan, jamur, hingga mamalia . Contoh nyata adalah ikan pari Jawa (Urolophus javanicus), yang dinyatakan punah oleh IUCN pada tahun 2023. Spesies ini terakhir kali terlihat pada tahun 1862 di sebuah pasar ikan di Jakarta, dan kepunahannya diduga akibat penangkapan berlebih serta degradasi habitat di Teluk Jakarta. Kepunahan spesies tidak hanya mengurangi keanekaragaman hayati, tetapi juga mengganggu keseimbangan ekosistem dan berdampak pada kehidupan manusia.
Manusia Adalah Salah Satu Pelaku
Perubahan lingkungan global yang terjadi saat ini tidak dapat dipisahkan dari aktivitas manusia. Berdasarkan laporan terbaru dari Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services (IPBES), sekitar 75% lingkungan daratan dan 66% lingkungan laut telah mengalami degradasi signifikan akibat intervensi manusia. Indonesia, sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati dunia, turut mengalami tekanan berat. World Wildlife Fund (WWF) mencatat, dalam kurun waktu 1970–2018, populasi satwa liar di wilayah Asia Pasifik, termasuk Indonesia, telah menyusut rata-rata 64%.
Salah satu penyebab utama kepunahan spesies adalah perusakan habitat. Hutan tropis yang menjadi rumah bagi berbagai jenis flora dan fauna terus ditebang demi kepentingan industri seperti perkebunan sawit, pertambangan, atau infrastruktur. Akibatnya, satwa-satwa seperti orang utan, harimau sumatera, dan gajah kehilangan tempat tinggal dan sumber makanannya.
Tak hanya itu, perburuan liar dan perdagangan ilegal satwa turut mempercepat kepunahan. Satwa langka diburu untuk diperdagangkan sebagai peliharaan eksotis, bahan obat tradisional, atau dijual bagian tubuhnya. Menurut laporan Wildlife Crime Unit KLHK, Indonesia adalah salah satu negara dengan kasus penyelundupan satwa terbanyak di Asia Tenggara. Spesies seperti trenggiling, burung nuri, dan elang jawa kini berada di ujung tanduk akibat tekanan pasar gelap tersebut.
Selain itu, pencemaran lingkungan baik di darat maupun laut juga memberi dampak serius. Sampah plastik di laut telah menjerat banyak penyu, paus, dan burung laut. Racun kimia dari limbah industri mencemari sungai dan tanah, meracuni tumbuhan dan hewan yang hidup di sekitarnya. Ditambah lagi dengan perubahan iklim global yang menyebabkan suhu meningkat, pola cuaca bergeser, dan ekosistem menjadi tidak stabil. Semua faktor ini, jika terus berlangsung, akan mempercepat kepunahan spesies yang sudah rentan.
Kepunahan di Depan Mata
Di Indonesia, ancaman terhadap keanekaragaman hayati tidak hanya bersifat teoritis. Hal ini telah menjadi kenyataan yang menyedihkan. Salah satu spesies yang hampir punah adalah Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae). Penurunan populasi Harimau Sumatera yang tersisa kurang dari 400 individu. Keberadaan harimau sebagai predator puncak berperan vital dalam mengendalikan populasi herbivora seperti rusa dan babi hutan. Tanpa mereka, terjadi ledakan populasi herbivora yang merusak tanaman masyarakat dan mengubah struktur hutan.
Selain itu, Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) kini hanya tersisa kurang dari 80 ekor di alam liar, tersebar di beberapa kantong populasi di Sumatera dan Kalimantan. Perusakan habitat dan perburuan cula menjadikan mamalia bertanduk dua ini sangat kritis dalam daftar merah IUCN. Meski ada upaya konservasi di Suaka Rhino Sumatera (SRS), kelangsungan hidup mereka tetap bergantung pada keberhasilan program penangkaran dan perlindungan habitat.
Dari dunia flora, Anggrek Hitam Kalimantan (Coelogyne pandurata) kini semakin langka akibat pembalakan liar dan perambahan hutan. Tumbuhan cantik ini hanya bisa tumbuh di hutan tropis dengan kelembaban tinggi, lingkungan yang kini semakin sempit akibat ekspansi industri. Demikian pula Rafflesia arnoldii, bunga terbesar di dunia, menghadapi ancaman serius dari aktivitas manusia yang mengganggu siklus hidupnya, termasuk rusaknya pohon inang tempat ia tumbuh.
Aksi Sekarang Atau Kehilangan Selamanya
Kepunahan spesies bukan sekadar hilangnya makhluk hidup dari muka bumi, tapi juga pertanda bahwa kita sedang kehilangan bagian penting dari keseimbangan ekosistem yang menopang kehidupan manusia itu sendiri. Saat flora dan fauna lenyap satu per satu, kita bukan hanya kehilangan keindahan alam, tapi juga fungsi-fungsi ekologis yang vital seperti penyerbukan, pengaturan iklim, hingga sumber pangan dan obat-obatan alami. Kini, bola ada di tangan kita, apakah akan terus menjadi bagian dari masalah, atau mulai menjadi bagian dari solusi. Karena menyelamatkan satu spesies, berarti menyelamatkan kehidupan kita sendiri.