
Geograph.id-Dampak Kapal batu bara sangatlah luas. Dari aktivitas pertambangannya saja sudah memberikan efek negatif terhadap lingkungan. Pertambangan terbuka, Bisa merusak komposisi lapisan tanah yang menutupi deposit. Saat nantinya aktivitas pertambangan telah berhenti, Yang tersisa hanyalah tanah padat yang sulit ditumbuhi tanaman.
Hal ini dikarenakan akar sulit menancap dan air pun tidak dapat meresap. Sirkulasi oksigen juga akan memburuk dalam kondisi demikian.Dengan tidak adanya tumbuhan, maka tidak ada lagi pengendalian erosi dan banjir. Zat karbon yang membahayakan pun tidak akan terserap, dan suhu akan terasa lebih panas. Tidak hanya itu, masyarakat di sekitar area pertambangan juga merasakan dampaknya.
Sekilas tentang batu bara
Batu bara adalah batuan sedimen yang terbentuk dari jasad renik yang hidup di zaman dahulu. Batu spesial ini dapat dibakar sehingga menghasilkan energi. Hingga saat ini, Bahan galian yang bisa menjadi sumber daya energi dalam jumlah besar. Pemanfaatannya bisa untuk kendaraan bermotor hingga listrik (PLTU Batubara).
Indonesia sendiri memiliki potensi batu bara yang sangat besar. Ada banyak area pertambangan batu bara di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera. Beberapa daerah seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi, dan Papua juga diketahui memiliki potensi batu bara meski belum begitu jelas nilai ekonominya.
Pemanfaatan batu bara di Indonesia pun masih tergolong tinggi. Bersama dengan solar (bahan bakar diesel), batu bara merupakan bahan bakar utama. Bahkan batu bara dinilai lebih ekonomis dibandingkan dengan solar. Perbandingannya pun cukup signifikan, jika solar bernilai Rp 0,74 per kilokalori, maka batu bara hanya Rp 0,09 per kilokalori. Maka, tidak mengherankan jika masih banyak industri yang menggunakan.
Mencemari air laut
Pengangkutan batu bara dengan metode kapal laut bukanlah metode yang paling aman. Bahkan sering kali cara ini menimbulkan permasalahan. Kapal laut yang digunakan sering kali memuat dalam jumlah besar, melebihi kapasitas yang mampu diangkutnya. Ini dilakukan untuk menghemat biaya transportasi batu bara. Akibatnya sudah bisa ditebak, batu bara tumpah ke laut dan air laut pun tercemar.
Batu bara yang bercampur dengan air laut akan sangat sulit terurai. Jika dilihat sekilas saja, air laut akan terlihat hitam jika terkena tumpahan dari kapal pengangkut. Hal ini jelas akan membahayakan, bukan hanya untuk biota laut, Tetapi juga bagi kapal lain yang melintas, karena tentu tingkat kepekatan air akan berubah.
Membahayakan kesehatan
Selain bisa merusak laut, ternyata batu bara juga bisa membahayakan orang-orang yang bersinggungan langsung dengannya. Dalam hal ini termasuk orang-orang yang mengangkut dan mengirim. Kesehatan mereka akan terancam karena menghirup debu dalam jangka waktu yang lama. Mereka akan berisiko tinggi terserang penyakit pneumokoniosis, Atau yang lebih sering dikenal dengan istilah paru-paru hitam. Disebut dengan paru-paru hitam, karena debu yang terakumulasi di dalam paru-paru bisa mengubah warnanya yang semula merah muda menjadi hitam. Paru-paru yang berubah warna menjadi hitam akan kesulitan untuk mendistribusikan oksigen di dalam tubuh. Akibatnya, penderita akan sering merasa sesak atau bahkan batuk berdarah.
Bukan hanya membahayakan bagi orang-orang di pertambangan, Masyarakat yang ada di sekitar area pertambangan pun juga rawan terdampak. Terlebih jika tempat tinggal mereka mengirim tongkang pengangkut di pelabuhan. Ini karena mengandung radioaktif uranium dan thorium. Keduanya sangat beracun dan berbahaya bagi kesehatan.