
Geograph.id — Di tengah hiruk-pikuk aktivitas masyarakat Tulungagung, mengalir tenang Sungai Ngrowo sungai yang sejak dulu menjadi nadi kehidupan warga. Namun kini, aliran air yang dulunya jernih dan menghidupi, perlahan berubah menjadi saluran limbah rumah tangga. Bau menyengat, air yang menghitam, dan sampah plastik yang mengapung menjadi pemandangan sehari-hari. Pencemaran Sungai Ngrowo bukan sekadar masalah estetika. Ia menjadi persoalan serius yang berdampak pada kualitas hidup masyarakat dan keseimbangan ekosistem.
Dari Sumber Kehidupan Menjadi Tempat Pembuangan
Limbah rumah tangga menjadi kontributor utama pencemaran Sungai Ngrowo. Tanpa sistem pengelolaan limbah terpadu, air sisa cucian, detergen, minyak goreng bekas, hingga sampah organik dan anorganik mengalir bebas ke sungai.
Menurut data sementara dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Tulungagung tahun 2024, setidaknya 70% rumah tangga di bantaran Sungai Ngrowo tidak memiliki saluran pembuangan limbah yang layak. Banyak dari mereka membuang limbah langsung ke sungai tanpa melalui proses filtrasi atau pengolahan.
Dampak Langsung bagi Warga Sekitar Sungai
Pencemaran Sungai Ngrowo tidak hanya berdampak pada ekosistem, tapi juga menyentuh langsung kehidupan warga yang tinggal di sekitarnya. Bagi masyarakat yang selama bertahun-tahun menggantungkan aktivitas rumah tangga pada air sungai, perubahan ini terasa begitu nyata.
Salah satu warga yang merasakan dampaknya adalah Siti Maryam , penduduk Kelurahan Bago yang tinggal hanya 30 meter dari bantaran Sungai Ngrowo.
“Dulu airnya bisa kami pakai nyuci baju, nyiram tanaman. Sekarang baunya saja bikin pusing. Kalau malam, limbah dari rumah-rumah itu makin banyak yang dibuang ke sungai,” keluhnya saat ditemui di halaman rumahnya yang menghadap langsung ke arah sungai.
Ia juga mengungkapkan bahwa keluarganya kini tidak lagi menggunakan air sungai untuk keperluan apapun karena khawatir akan dampak kesehatannya.
“Anak saya pernah alergi kulit karena main di pinggir sungai. Sejak itu, kami benar-benar menjauh,” tambah Siti
Situasi ini mencerminkan realita yang dialami banyak warga lainnya. Mereka berada di posisi yang sulit, tidak bisa memanfaatkan sungai sebagaimana mestinya, namun juga tidak memiliki banyak pilihan lain untuk menuntut perubahan yang lebih cepat.
Perspektif Ahli, Akar Masalah Kurangnya Edukasi dan Sistem Pengelolaan Limbah
Pencemaran Sungai Ngrowo bukan semata-mata disebabkan oleh perilaku masyarakat yang membuang limbah sembarangan, melainkan juga akibat minimnya edukasi lingkungan dan absennya sistem pengelolaan limbah rumah tangga yang terstruktur. Menurut Drs. Bambang Hartono, M.Si, dosen sekaligus pengamat lingkungan dari Universitas Tulungagung, permasalahan ini adalah kombinasi antara ketidaktahuan masyarakat dan ketidaksiapan infrastruktur.
“Permasalahan utama adalah rendahnya kesadaran lingkungan dan tidak adanya sistem pengelolaan limbah rumah tangga terpadu. Sungai Ngrowo hanya jadi korban,” jelasnya ketika ditemui di kampus.
Ia menambahkan bahwa selama ini belum ada intervensi menyeluruh yang mengatur bagaimana limbah domestik diproses sebelum dibuang ke lingkungan. Kebanyakan warga tidak memahami bahwa air sabun, sisa minyak, dan limbah dapur dapat merusak kualitas air dan mengganggu kehidupan mikroorganisme di dalam sungai.
“Solusi jangka panjang bukan hanya soal membangun infrastruktur, tapi juga membentuk kesadaran kolektif. Edukasi lingkungan harus dimulai dari sekolah dan diperkuat oleh peran RT/RW,” ujar Bambang.
Penjelasan ini menegaskan bahwa krisis pencemaran Sungai Ngrowo Tulungagung bersifat sistemik, dan hanya bisa diselesaikan jika pendekatan struktural serta kultural dijalankan secara bersamaan.

Peran Pemerintah Mulai Berdampak, Sungai Perlahan Menjadi Lebih Bersih
Meski sempat tertinggal dalam penanganan limbah rumah tangga, kini upaya pemerintah Kabupaten Tulungagung mulai menunjukkan hasil yang menggembirakan. Salah satunya terlihat dari berkurangnya volume sampah di beberapa titik sepanjang aliran Sungai Ngrowo, terutama setelah diluncurkannya program pengelolaan lingkungan berbasis masyarakat sejak awal tahun 2024. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Tulungagung telah menggencarkan program bank sampah, edukasi pemilahan limbah rumah tangga, dan membentuk tim pemantau sungai dari kalangan RT dan komunitas lokal.
Sulastri, S.T, Kepala Seksi Pengendalian Pencemaran Lingkungan DLH Tulungagung, mengungkapkan
“Dulu, kami kekurangan tenaga dan data. Tapi sekarang kami sudah lebih siap, ada kolaborasi aktif dari warga dan sekolah. Kami bahkan sudah pasang beberapa unit filter limbah rumah tangga di zona padat penduduk,” jelasnya.
Pemerintah juga bekerja sama dengan komunitas dan perangkat desa untuk menata ulang saluran pembuangan limbah. Hasilnya mulai terlihat, air sungai di beberapa wilayah yang sebelumnya berwarna gelap kini berangsur membaik dan tidak lagi mengeluarkan bau menyengat.
“Kami memang belum bisa mengembalikan Ngrowo ke kondisi 20 tahun lalu, tapi sekarang sudah ada harapan. Warga pun mulai segan membuang sampah sembarangan,” tambah Sulastri.
Langkah-langkah konkret ini membuktikan bahwa kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat mampu menjadi kunci dalam mengatasi krisis lingkungan. Sungai Ngrowo Tulungagung memang belum sepenuhnya pulih, tetapi arah perbaikannya sudah tampak nyata.
Suara Komunitas, Inisiatif yang Membangkitkan Harapan
Di tengah berbagai upaya dari pemerintah dan instansi terkait, peran komunitas lokal justru menjadi salah satu motor perubahan paling aktif dalam menjaga kebersihan Sungai Ngrowo. Salah satunya adalah komunitas lingkungan “Ngrowo Lestari”, yang digerakkan oleh sekelompok mahasiswa dan pelajar peduli lingkungan dari berbagai sekolah dan kampus di Tulungagung. Komunitas ini terbentuk secara sukarela sejak tahun 2022, berawal dari keresahan para anggotanya melihat kondisi Sungai Ngrowo yang semakin tercemar dan diabaikan. Sejak awal, mereka menolak untuk hanya mengeluh atau sekadar menunggu intervensi dari pemerintah.
“Kami tidak bisa menunggu solusi dari atas. Maka kami mulai dari bawah. Kami edukasi anak-anak SD sekitar, ajak warga untuk tidak buang sampah ke sungai. Ini gerakan kecil tapi kami percaya dampaknya besar,” ujar M. Rizky Ardiansyah, ketua komunitas Ngrowo Lestari.
Setiap bulan, komunitas ini rutin mengadakan kegiatan “River Clean-Up“, yaitu gotong royong membersihkan aliran sungai dari sampah plastik, botol, limbah rumah tangga, hingga popok sekali pakai yang sering ditemukan menumpuk di beberapa titik rawan. Tak hanya itu, mereka juga menyelenggarakan program edukasi lingkungan ke sekolah dasar yang berada dekat bantaran sungai. Dalam program bertajuk “Kenali Sungaimu, Jaga Lingkunganmu”, para relawan memberikan materi interaktif tentang pentingnya menjaga kebersihan sungai, bahaya limbah terhadap ikan dan biota air, serta praktik sederhana memilah sampah dari rumah.
“Anak-anak biasanya antusias. Kita ajak mereka bermain sambil belajar, lalu ajak turun langsung ke sungai. Harapannya, sejak kecil mereka paham bahwa sungai bukan tempat sampah, tapi bagian dari kehidupan kita,” jelas Rizky.
Kegiatan mereka bahkan mulai menarik perhatian warga sekitar, yang awalnya hanya menjadi penonton, namun kini mulai ikut berpartisipasi, minimal dengan tidak lagi membuang sampah ke sungai.
“Awalnya kami dianggap cuma main-main. Tapi setelah beberapa bulan, warga mulai sadar. Sekarang kalau ada yang buang sampah ke sungai, tetangga sendiri yang menegur,” ujar Rizky.

Apa yang Bisa Kita Lakukan? Langkah Nyata dari Rumah dan Komunitas
Meskipun masalah pencemaran Sungai Ngrowo tampak besar dan kompleks, bukan berarti masyarakat tidak punya peran. Justru perubahan terbesar sering kali berawal dari kebiasaan kecil yang dilakukan secara konsisten. Berikut beberapa langkah konkret yang bisa dilakukan oleh setiap individu dan keluarga di Tulungagung, termasuk Anda:
- Pisahkan Sampah Sejak dari Rumah, memilah sampah adalah langkah pertama yang paling sederhana namun berdampak besar.
- Sampah organik (sisa makanan, kulit buah, daun) dapat diolah menjadi kompos.
- Sampah anorganik (plastik, botol, kardus) bisa didaur ulang atau disetorkan ke bank sampah.
- Sampah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) seperti baterai, lampu neon, atau pembalut, harus dipisahkan dan dibuang ke tempat penampungan khusus agar tidak mencemari air dan tanah.
- Jangan Buang Limbah Dapur atau Sabun ke saluran terbuka, limbah cair dari dapur, seperti minyak goreng bekas, air cucian, dan sabun, bila langsung dibuang ke selokan, akan mengalir ke sungai dan mencemari air.
Solusinya:
- Gunakan grease trap sederhana untuk menyaring minyak dan lemak.
- Buat sumur resapan atau saluran tertutup yang memisahkan limbah organik dari saluran umum.
- Kurangi penggunaan deterjen berbahaya dan pilih produk ramah lingkungan.
- Ikut Terlibat dalam Kegiatan Lingkungan, kita bisa mulai dari hal kecil, seperti:
- Bergabung dalam komunitas seperti Ngrowo Lestari atau membentuk kelompok lingkungan di RT/RW sendiri.
- Mengikuti agenda “River Clean-Up” atau gerakan tanam pohon di bantaran sungai.
- Menjadi relawan dalam program edukasi lingkungan di sekolah-sekolah atau acara warga.
- Laporkan Pembuangan Limbah Ilegal, jika melihat langsung warga, usaha, atau industri yang membuang limbah secara sembarangan ke sungai, jangan diam saja.
- Dokumentasikan (foto/video) jika memungkinkan.
- Segera laporkan ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Tulungagung melalui kanal resmi atau melalui perangkat desa/kelurahan setempat.
Perubahan Iklim Dimulai dari Kesadaran Lokal
Perbaikan kondisi Sungai Ngrowo bukan sekadar tanggung jawab pemerintah, tapi tugas bersama seluruh elemen masyarakat. Dari rumah tangga, sekolah, komunitas, hingga pengambil kebijakan. Bila masing-masing melakukan perannya, niscaya kita tidak hanya menyelamatkan sungai ini, tapi juga masa depan generasi berikutnya.