Geograph.id – Ketika akan mendaki gunung kita selalu mendapat himbauan untuk tidak membuang sampah sembarangan selama pendakian dan diwajibkan untuk membawa turun sampah kita. Biarpun begitu, kenyataanya masih sangat sering kita jumpai sampah berserakan di sepanjang jalur pendakian atau tempat kemah. Pendaki gunung di Indonesia seperti acuh tak acuh terhadap masalah lingkungan yang satu ini. Tidak hanya merusak pemandangan saat mendaki, tetapi apabila dibiarkan terus menerus masalah ini bisa menyebabkan kerusakan lingkungan bahkan hingga menimbulkan bencana alam.
apakah membuang sampah di gunung akan menyebabkan bencana alam?
Dikutip dari DLH Kab. Buleleng, plastik dapat menimbulkan pencemaran, baik di tanah, air, maupun udara. Di tanah plastik dapat menghalangi peresapan air dan sinar matahari, sehingga mengurangi kesuburan tanah dan dapat menyebabkan banjir. Berkurangnya kesuburan tanah tentu akan berpengaruh pada laju pertumbuhan tanaman, semakin sedikit tanaman maka semakin besar potensi terjadinya longsor. Tanah yang seharusnya menjadi resapan air juga semakin sulit meresap air karena adanya sampah plastik yang terkubur di dalam tanah dan akan menyebabkan banjir di sepanjang jalur pendakian atau tempat kemah. Tentu tak ada yang ingin pendakiannya terganggu dan melihat pemandangan kumuh akibat sampah yang berserakan.
Karhutla (Kebakaran Hutan dan Lahan) juga berpotensi terjadi akibat kelalaian pendaki. Salah satu sampah yang paling sering kita jumpai saat mendaki gunung adalah puntung rokok. Pendaki sering kali membuang puntung rokok sembarangan dan tidak memperhatikan apakah puntung rokok tersebut sudah benar-benar padam atau belum. Hal tersebut tentu akan sangat berpotensi membakar tumbuhan sekitar dan menyebabkan reaksi berantai hingga kebakaran yang lebih besar. Kemungkinan ini akan bertambah besar pada musim kemarau panjang dimana banyak sekali berserakan daun atau batang kering yang dapat dengan mudahnya tersulut api. Biasanya ada beberapa “pendaki nakal” yang sengaja membuat api unggun meski telah ada larangan untuk menyalakan api unggun di gunung tersebut. Hal ini memperbesar potensi terjadinya karhutla dan polusi udara di gunung.
Meski diperbolehkan untuk menyalakan api unggun, biasanya pendaki sekalian membakar sampah yang mereka bawa sebagai bahan bakar. Sampah yang dibakar tentu paling banyak adalah plastik, asap hasil pembakaran bahan organik sudah cukup buruk bagi kesehatan dan polusi udara, apalagi asap hasil pembakaran anorganik. Seperti yang dikutip dari Halodoc.com, plastik pada dasarnya sudah mengandung banyak bahan kimia, berbahaya. Nah, jika dibakar maka akan banyak bahan kimia beracun yang dilepaskan dari sampah plastik.
Ngakunya Sayang Alam, Kok Meracuni Alam?
Salah satu gunung yang cukup populer di Jawa Timur adalah gunung penanggungan, gunung setinggi 1.653 MDPL ini sering dijadikan gunung untuk pendakian pertama pendaki pemula. Dengan banyaknya pendaki yang ada di gunung ini, sampah yang ditinggalkan tentu akan semakin banyak pula. Dilansir dari VOA Indonesia, sekitar 30 kg sampah dibawa turun dalam aksi pungut sampah yang dilakukan oleh Trashbag Community dari gunung penanggungan pada tahun 2022 lalu. Ketua Trashbag Community menyayangkan masih banyak pendaki yang tidak membawa sampahnya turun.
Gunung bukan tempat sampah, sudah sepatutnya bagi para pendaki untuk tidak meninggalkan apapun di gunung kecuali jejak, tidak mengambil apapun kecuali gambar, dan tidak membunuh apapun kecuali waktu. Jadikan gunung sebagai tempat yang tetap terjaga kelestariannya agar manusia di masa depan masih bisa menikmati apa yang dinikmati manusia saat ini.