
Geograph.id– Kualitas udara di wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) kembali menjadi sorotan setelah terpantau berada di level berbahaya atau beracun dalam beberapa hari terakhir. Data dari IQAir menunjukkan Jakarta sebagai salah satu kota dengan polusi udara tertinggi di dunia sejak awal pekan ini, bahkan sempat berada di peringkat kelima.
AQI di beberapa titik mencatat angka di atas 150. Angka tersebut tergolong tidak sehat hingga berbahaya bagi lansia, anak-anak, dan penderita gangguan pernapasan. Polutan utama, PM2.5, adalah partikel halus yang dapat masuk ke paru-paru dan memicu gangguan kesehatan serius.
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mengimbau warga dengan asma, bronkitis, atau penyakit jantung untuk membatasi aktivitas di luar ruangan. Kelompok rentan disarankan menggunakan masker khusus dan memastikan ventilasi rumah tetap bersih. Selain itu, sejumlah rumah sakit melaporkan peningkatan pasien dengan keluhan gangguan pernapasan ringan hingga sedang.
“Kami meminta warga, khususnya kelompok yang rentan, untuk selalu meningkat kewaspadaan dan mengurangi paparan langsung dengan udara terbuka,” ujar Asep Kuswanto, Juru Bicara Dinas Lingkungan Hidup (DLH), dikutip dari laman minanews.net
Kemarau panjang, emisi kendaraan, dan aktivitas industri menjadi penyebab utama buruknya udara di Jabodetabek. Hal ini disampaikan oleh Dwi Kukuh Setyono, Kepala Subdirektorat Pemantauan Kualitas Udara KLHK. Minimnya hujan membuat polutan menumpuk di udara.
Meski PM2.5 sempat menurun pada Selasa (27/5/2025) pagi, angkanya masih di atas batas aman WHO, yaitu 15 µg/m³ per hari. Dinas Lingkungan Hidup menyebut kualitas udara sedikit membaik dari pekan lalu, namun tetap berisiko tinggi bagi warga dengan penyakit bawaan.