
Geograph.id – (5/04/24) Konferensi Kebebasan Pers Aliansi Jurnalis Independen (AJI) diadakan bertepatan dengan hari Kebebasan Pers Dunia yang diperingati setiap 3 Mei. Konferensi kali ini mengusung tema “Menjaga Kebebasan Pers untuk Keadilan Iklim dan Demokrasi”, tema ini dipilih karena perubahan iklim menjadi isu yang menarik perhatian publik saat ini.
AJI mengundang jaringan organisasi jurnalis di Asia Tenggara untuk membahas hubungan antara krisis iklim, demokrasi, dan kebebasan pers. Tujuan konferensi kali ini adalah untuk mempererat solidaritas dalam menghadapi ancaman internal dan eksternal di masing-masing negara di kawasan Asia Tenggara. Serangan terhadap pers semakin masif dalam bentuk regulasi yang represif, kekerasan, dan penyensoran.
Ketua Panitia Kongres XII AJI, Mahdi Muhammad, mengatakan banyak konferensi iklim yang masih belum menghasilkan perubahan yang signifikan dalam menghadapi pemanasan global. Pengrusakan alam dan bencana alam yang disebabkan ulah manusia masih banyak terjadi dimana-mana. Kerusakan lingkungan ini berdampak langsung pada kehidupan manusia. Upaya beralih ke kendaraan ramah lingkungan tidak langsung menjadi solusi yang baik dalam mengatasi krisis lingkungan.
Masalah pertambangan secara masif masih terjadi dan berdampak pada lingkungan serta masyarakat sekitar. Jurnalis yang turun untuk meliput berharap bahwa pemerintah akan memperhatikan keseimbangan antara pembangunan dan kelestarian lingkungan.
Jurnalis yang menyuarakan isu lingkungan ini justru seringkali mengalami pelecehan, intimidasi, bahkan ancaman karena pemberitaan mereka dianggap meresahkan. Ancaman tersebut tidak hanya sekadar ancaman verbal, tapi juga melalui berbagai peraturan dan ancaman pembunuhan. Data AJI pada 2023 menggambarkan 15 jurnalis Indonesia mendapat intimidasi karena meliput isu lingkungan hidup.