
Geograph.id– Di tengah hiruk-pikuk ketidakpedulian terhadap krisis iklim, muncul sosok remaja Swedia yang berani mengguncang dunia dengan kata-katanya yang tajam dan aksinya yang konsisten. Greta Thunberg bukan hanya simbol perlawanan anak muda terhadap perubahan iklim, tetapi juga bukti bahwa satu suara bisa menggugah jutaan hati.
Kehidupan Greta Thunberg
Lahir di Stockholm, Swedia, pada 3 Januari 2003, Greta Thunberg dibesarkan dalam keluarga yang cukup dikenal di dunia seni. Ayahnya, Svante Thunberg, adalah aktor, sementara ibunya, Malena Ernman, adalah penyanyi opera yang mewakili Swedia dalam Eurovision Song Contest 2009. Greta diketahui mengidap Asperger Syndrome, yang termasuk dalam spektrum autisme. Kondisinya sering ia sebut sebagai “keistimewaan” yang membantunya melihat krisis iklim dengan logika yang tegas dan tak tergoyahkan.
Perjalanan Greta menjadi aktivis iklim bermula saat ia berusia 8 tahun dan pertama kali mempelajari tentang perubahan iklim. Ia sangat terguncang mengetahui bagaimana bumi sedang menuju kehancuran, sementara mayoritas orang dewasa tampak tidak peduli. Ketika berusia 11 tahun, Greta mengalami depresi berat, kehilangan berat badan, bahkan sempat berhenti berbicara. Namun dari titik terendah itu, ia bangkit dengan tekad yang kuat.
Fridays for Future
Pada Agustus 2018, Greta memutuskan untuk bolos sekolah setiap hari Jumat dan duduk di depan parlemen Swedia dengan papan bertuliskan “Skolstrejk för klimatet” (mogok sekolah untuk iklim). Aksi ini menjadi viral dan menginspirasi ribuan pelajar di seluruh dunia untuk melakukan hal serupa, yang kemudian dikenal sebagai gerakan Fridays for Future.
Greta tak hanya bolos sekolah, tetapi juga menyampaikan alasan ilmiah dan moral mengapa generasinya layak memiliki masa depan yang layak di planet yang sehat. Ia menekankan bahwa kebijakan iklim yang tidak memadai adalah bentuk ketidakadilan generasi.
Gerakan Fridays for Future yang dipelopori Greta telah menyebar ke lebih dari 150 negara. Jutaan pelajar ikut mogok sekolah dan turun ke jalan menyuarakan tuntutan agar pemerintah segera bertindak terhadap perubahan iklim. Beberapa momen penting dari aksi Fridays for Future:
- 15 Maret 2019: Lebih dari 1,6 juta siswa di 125 negara turun ke jalan dalam aksi global pertama.
- 20-27 September 2019 (Global Week for Future): Menjadi puncak gerakan, dengan partisipasi lebih dari 7,6 juta orang di seluruh dunia, termasuk masyarakat umum, ilmuwan, dan aktivis lintas usia.
Pesan yang Disampaikan
Greta turut diundang hadir dan mendapat kesempatan berbicara di forum-forum penting seperti Konferensi Iklim PBB (COP), World Economic Forum di Davos, dan bahkan Sidang Umum PBB. Ia membawa pesan bahwa para pemimpin dunia telah gagal melindungi generasi muda dari ancaman krisis iklim.
Greta tak gentar mengkritik para politisi, korporasi besar, hingga lembaga internasional yang dinilai lamban atau abai terhadap isu lingkungan. Dalam pidatonya yang paling terkenal di PBB pada 2019, ia dengan marah berkata, “How dare you!” kepada para pemimpin dunia karena memprioritaskan pertumbuhan ekonomi dibandingkan masa depan planet ini.
Ia juga menyoroti greenwashing oleh perusahaan besar yang berpura-pura peduli lingkungan namun tetap menjadi penyumbang emisi besar. Greta menyampaikan bahwa tindakan nyata jauh lebih penting dibanding sekadar janji manis atau kebijakan simbolis.
Aksi Nyata yang Tercipta
Gadis itu bahkan melakukan aksi nyata seperti menolak naik pesawat karena tingginya emisi karbon. Ia lebih memilih menyeberangi Atlantik menggunakan kapal layar saat menghadiri forum internasional. Selain aksi, Greta juga menulis buku “No One Is Too Small to Make a Difference” yang memuat kumpulan pidatonya dan menjadi inspirasi global. Ia mendonasikan sebagian besar penghasilannya untuk pendanaan kampanye lingkungan.
Pengaruh yang Ditimbulkan
Greta berhasil mendorong isu iklim menjadi agenda utama dalam politik global. Ia memaksa dunia untuk mendengarkan suara kaum muda yang akan hidup dengan konsekuensi dari keputusan hari ini. Beberapa negara mulai mengadopsi kebijakan hijau lebih agresif, meski masih banyak pekerjaan rumah yang belum selesai. Gerakan yang ia mulai juga membantu memperkuat kolaborasi antaraktivis, memperluas jaringan kesadaran lingkungan, serta menekan perusahaan untuk lebih transparan dalam praktik industrinya.
Respons Publik dan Kontroversi
Respons terhadap Greta sangat beragam. Banyak orang memujinya sebagai pahlawan lingkungan dan simbol keberanian generasi muda. Namun, ia juga menerima kritik tajam, bahkan pelecehan, dari sejumlah politisi konservatif dan tokoh industri bahan bakar fosil yang merasa terancam oleh seruannya.
Meski begitu, Greta tak gentar. Dengan sikap tenang namun tegas, ia terus berbicara, terus bergerak, dan terus menolak untuk diam. Greta Thunberg telah membuktikan bahwa usia muda bukan penghalang untuk membuat perubahan besar. Dengan konsistensi, keberanian, dan ketegasan, ia menjadi simbol perjuangan menghadapi krisis iklim. Bukan karena ia ingin menjadi pusat perhatian, tetapi karena ia tak punya pilihan selain bersuara, untuk masa depan, untuk bumi, dan untuk kita semua.