
Geograph.id – Gunung Bromo, destinasi wisata unggulan di Jawa Timur, selama ini identik dengan keindahan alam dan budaya Tengger yang kental. Namun, pada awal 2025, wilayah ini mendadak menjadi sorotan bukan karena keindahannya, melainkan karena aparat kepolisian menemukan ladang ganja tersembunyi di salah satu lerengnya.
Awal Mula Penemuan
Penemuan ini bermula dari laporan warga sekitar yang mencium bau menyengat dari tanaman yang tidak lazim. Setelah penyelidikan lebih lanjut, tim gabungan dari kepolisian dan Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB-TNBTS) menemukan lokasi yang ditanami puluhan batang ganja.
Lokasi Ladang yang Terpencil
Lokasi ladang berada di area terpencil dan sulit dijangkau, jauh dari jalur wisata yang biasa dilalui pengunjung. Ganja ditanam di sela-sela semak liar dan vegetasi alami, membuatnya sulit dideteksi dari udara. Penemuan ini menimbulkan keprihatinan mendalam dari berbagai pihak. Masyarakat, aktivis lingkungan, hingga pelaku pariwisata merasa khawatir bahwa aktivitas ilegal seperti ini bisa mencoreng reputasi Bromo yang selama ini dijaga sebagai kawasan konservasi dan simbol kebanggaan daerah.
Penemuan ladang ganja ini menegaskan pentingnya pengawasan lebih ketat di kawasan konservasi, bahkan pada titik-titik yang dianggap aman dan jauh dari jangkauan aktivitas manusia.
Modus dan Motif Pelaku
Ladang ganja yang ditemukan di Gunung Bromo bukan sekadar hasil iseng atau eksperimen. Penanaman ganja di kawasan terpencil seperti ini merupakan bagian dari modus terorganisir. Berdasarkan hasil investigasi awal aparat, pelaku diduga berasal dari jaringan pengedar narkotika antarwilayah yang telah memetakan lokasi-lokasi tersembunyi di kawasan konservasi. Bromo dipilih karena aksesnya yang terbatas, kontur tanah yang subur, serta minimnya pengawasan di luar jalur wisata resmi.
Modus yang digunakan pun cukup canggih. Tanaman ganja tidak ditanam secara massal dalam satu lahan terbuka, melainkan disebar dalam kelompok-kelompok kecil di antara vegetasi alami, agar tidak mencolok dan menyatu dengan lingkungan sekitar. Hal ini membuatnya sulit terdeteksi baik oleh drone maupun patroli darat. Selain itu, penanaman dilakukan pada waktu-waktu tertentu dan pengelolaan dilakukan secara berkala untuk menghindari jejak aktivitas manusia.
Motif utamanya tentu adalah keuntungan ekonomi. Harga jual ganja di pasar gelap sangat tinggi, dan keuntungan yang diperoleh bisa mencapai puluhan juta rupiah hanya dari satu kali panen. Pelaku memanfaatkan lemahnya pengawasan di area perbatasan taman nasional dan ketidaktahuan masyarakat sekitar untuk menjalankan aksinya tanpa terdeteksi dalam waktu yang lama.
Dampak Lingkungan dan Pariwisata
Penemuan ladang ganja di kawasan Gunung Bromo menimbulkan kekhawatiran yang besar terhadap kelestarian lingkungan. Tanaman ganja yang dibudidayakan secara ilegal umumnya tidak memperhatikan kaidah konservasi alam. Dalam beberapa kasus, pelaku membuka lahan secara liar, menebang tanaman asli, dan menggunakan pupuk serta pestisida kimia yang dapat merusak keseimbangan tanah serta mencemari sumber air di sekitarnya.
Kawasan Bromo sendiri adalah habitat bagi berbagai jenis flora dan fauna endemik yang sangat sensitif terhadap perubahan ekosistem. Aktivitas ilegal seperti pembukaan lahan ganja dapat menyebabkan gangguan serius, mulai dari erosi tanah, hilangnya vegetasi alami, hingga rusaknya jalur migrasi hewan liar. Jika tidak segera ditangani, dampaknya bisa bersifat jangka panjang dan tidak mudah dipulihkan.
Di sisi lain, pariwisata juga terkena imbasnya. Nama Bromo sebagai destinasi wisata bisa tercoreng bila terus dikaitkan dengan aktivitas kriminal. Wisatawan bisa merasa tidak aman, dan kepercayaan publik terhadap pengelolaan kawasan ini bisa menurun. Bagi warga lokal yang menggantungkan hidupnya dari sektor wisata, situasi ini menjadi ancaman nyata terhadap sumber penghasilan mereka. Karenanya, pengamanan kawasan konservasi harus ditingkatkan untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
Langkah Penegakan Hukum
Setelah ladang ganja ditemukan, aparat bertindak cepat dengan menutup lokasi dan memusnahkan seluruh tanaman yang ditemukan. Proses pemusnahan dilakukan dengan cara dibakar di tempat, sesuai prosedur yang berlaku. Polisi juga mengamankan barang bukti lain seperti peralatan pertanian, sisa pupuk, serta melakukan pelacakan jejak DNA tanaman untuk mengidentifikasi asal benih dan kemungkinan jaringan distribusinya.
Penyelidikan diperluas ke beberapa desa sekitar taman nasional, dengan harapan mendapatkan informasi tentang aktivitas mencurigakan. Sejumlah saksi telah diperiksa, termasuk warga lokal, petugas keamanan, hingga wisatawan yang sempat melintas di area tersebut.
BB-TNBTS juga meningkatkan patroli dan pengawasan dengan melibatkan tim gabungan dari TNI, Polri, dan relawan masyarakat. Pemasangan kamera pengintai di titik-titik rawan menjadi salah satu strategi baru dalam mencegah aktivitas ilegal di masa depan. Diharapkan, dengan kerja sama lintas lembaga dan keterlibatan aktif masyarakat, kawasan konservasi seperti Bromo dapat kembali aman dari tindak kriminal semacam ini.
Kesadaran Bersama dan Harapan ke Depan
Kasus ladang ganja di Gunung Bromo menjadi pengingat keras bahwa ancaman terhadap kawasan konservasi tidak hanya datang dari alam atau ketidaksengajaan manusia, tetapi juga dari aktivitas terencana yang bertujuan meraup keuntungan pribadi. Untuk mencegah hal serupa terjadi kembali, diperlukan kesadaran bersama dari semua pihak: pemerintah, aparat keamanan, masyarakat lokal, dan wisatawan.
Masyarakat sekitar taman nasional harus diedukasi secara berkala mengenai bahaya dan konsekuensi hukum dari keterlibatan dalam aktivitas narkotika. Pelibatan mereka dalam program pengawasan berbasis komunitas juga bisa menjadi langkah efektif. Sementara itu, pemerintah daerah harus memperkuat regulasi dan menyediakan alternatif ekonomi yang legal dan berkelanjutan bagi warga, agar mereka tidak tergoda untuk terlibat dalam aktivitas ilegal.
Ke depan, perlindungan kawasan seperti Bromo harus menjadi prioritas nasional. Tak hanya karena nilai ekologisnya, tetapi juga karena peran strategisnya dalam industri pariwisata dan identitas budaya Indonesia. Bromo bukan hanya milik Jawa Timur, melainkan warisan yang harus dijaga oleh seluruh bangsa. Kejadian ini bisa menjadi titik tolak bagi perbaikan sistem perlindungan kawasan konservasi di seluruh negeri.