
Geograph.id – Setiap kali kita menggunakan plastik sekali pakai, membuang sampah sembarangan, atau menyalakan kendaraan berdampak pada bumi. Tanpa disadari, keseharian kita menyumbang kontribusi pada ancaman krisis lingkungan yang semakin mengancam Bumi. Kerusakan alam telah berkembang dari isu kecil menjadi topik penting dalam diskusi akademik hingga forum global. Semua bukti, mulai dari kehancuran habitat satwa liar, cuaca ekstrim, hingga lautan yang penuh sampah plastik, menghasilkan kesimpulan yang menyedihkan bahwa manusia adalah penyebab utama dari kehancuran ini. Akibatnya, pertanyaannya bukan lagi apakah kita merusak Bumi, tetapi alasan kita terus mengabaikan kewajiban kita untuk melindunginya.
Deforestasi: Ancaman Terhadap Hutan Tropis Indonesia
Karena Indonesia memiliki jumlah hutan tropis terbesar ketiga di dunia, kelestarian hutan masih menjadi masalah. Luas deforestasi Indonesia pada tahun 2024 meningkat 4.191 hektare dari tahun sebelumnya.
Tingkat deforestasi tertinggi di pulau Kalimantan, yang mencakup 129.896 hektare, atau hampir separuh dari negara, terjadi di area konsesi, termasuk tambang, sawit, dan kebun kayu.
Deforestasi yang semakin meningkat mengancam keanekaragaman hayati dan perubahan iklim. Hilangnya hutan menyebabkan hilangnya penyerap karbon alami, yang mempercepat efek rumah kaca dan pemanasan global.
Pencemaran Laut: Sampah Plastik Menjadi Ancaman Ekosistem Laut
Selain deforestasi, sampah plastik juga menjadi ancaman kerusakan lautan Indonesia. Meskipun angka sampah plastik laut Indonesia menurun 41% dari tahun 2018, diperkirakan pada tahun 2024 akan masuk sekitar 350 ribu ton.
Lebih dari 600 ribu ton sampah plastik diperkirakan mencemari laut setiap tahunnya, dan sebagian besar limbah ini berasal dari aktivitas manusia di daratan, termasuk pengelolaan sampah yang buruk di sungai dan pantai. Ini merupakan sekitar 60% perairan Indonesia.
Hal ini menunjukkan bahwa faktor lain yang menyebabkan pencemaran laut yang signifikan adalah kebiasaan masyarakat dan sistem pengelolaan sampah yang buruk.
Perilaku Konsumtif dan Kebijakan Energi: Kontribusi terhadap Kerusakan Lingkungan
Gaya hidup konsumtif dan kebijakan energi yang tidak ramah lingkungan adalah dua faktor lain yang menyebabkan ancaman krisis lingkungan. Penggunaan kendaraan bermotor yang tinggi dan kebiasaan membuang sampah sembarangan menyebabkan emisi karbon dan polusi meningkat.
Jika jutaan orang melakukan tindakan kecil seperti membeli air kemasan sekali pakai atau membakar sampah rumah tangga setiap hari, hal itu akan memiliki dampak besar secara kumulatif. Masyarakat tidak sadar akan dampak kebiasaan mereka karena kurangnya pendidikan lingkungan.
Dr. Laila Sari, pengamat lingkungan dari Universitas Indonesia, mengatakan bahwa pemerintah harus menjadi contoh dalam menjaga lingkungan, menekankan pentingnya penegakan hukum yang konsisten dan penyuluhan masyarakat luas tentang masalah lingkungan.
Proses transformasi energi di Indonesia masih lamban hingga saat ini. Meskipun ada potensi besar untuk energi terbarukan seperti angin dan surya yang belum dimanfaatkan sepenuhnya, pembangkit listrik nasional masih bergantung pada batu bara, meskipun pemerintah telah berkomitmen untuk mencapai Net Zero Emissions pada tahun 2060.
Saatnya Bertindak Demi Bumi yang Menunggu Kepedulian Kita!
Bumi bukan sekadar tempat tinggal; itu adalah rumah darurat karena tindakan manusia yang mengabaikan prinsip keberlanjutan. Gaya hidup yang mengejar kepuasan membuat ekosistem terus menjadi korban. Saatnya untuk berhenti menunggu dan bertindak. Untuk menyelamatkan lingkungan, setiap orang, komunitas, dan pemerintah memiliki peran penting. Mereka dapat melakukannya melalui kebijakan berani, pendidikan, dan perubahan gaya hidup. Kita bisa memperbaiki atau membiarkan Bumi hancur.