Mengejar Hijau yang Hilang dalam Ruang Terbuka Hijau Kota Malang

Tampilan udara Alun-Alun Tugu Kota Malang yang menjadi salah satu ruang terbuka hijau ikonik di pusat kota. Gambar: Detik News

Geograph.idDi tengah krisis perubahan iklim dan pemanasan global, RTH (Ruang Terbuka Hijau) seharusnya menjadi kebutuhan, bukan pelengkap. RTH merupakan elemen terpenting dalam perancangan tata kota yang berkelanjutan. Manfaatnya? Tentu banyak. Selain sebagai estetika, RTH akan menyediakan ruang penyerap karbondioksida, menghasilkan oksigen, menurunkan suhu udara, serta menjadi tempat healing dan pembelajaran. Namun, meski manfaatnya jelas, Kota Malang masih jauh dari harapan, baik dalam hal kuantitas maupun kualitas pengelolaannya.

Ruang Terbuka Hijau Kota Malang: Jauh dari Target Ideal dan Minim Perawatan

Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mensyaratkan setiap kota memiliki setidaknya 30 persen luas wilayahnya sebagai RTH. Di Kota Malang, realitasnya sangat jauh dari itu. Meskipun terdapat beragam jenis RTH seperti taman kota, kebun bibit, dan hutan kota, jumlahnya masih belum mencukupi. Selain itu, kualitasnya pun masih jauh dari harapan. Kondisi ini bahkan turut berdampak pada persoalan lain, seperti banjir yang kerap melanda kawasan Malang akibat minimnya area resapan air.

Salah satu masalah utama yang tak bisa lagi disembunyikan adalah pemeliharaan RTH yang sangat minim. Dinas Lingkungan Hidup Kota Malang memang mengalokasikan anggaran pemeliharaan sebesar Rp 5 miliar, tetapi fakta di lapangan berbicara berbeda. Banyak taman kota yang kondisinya jauh dari kata layak. 

Misalnya saja taman yang ada di area Velodrom Sawojajar, yang bahkan tidak dilengkapi dengan tempat sampah. Sampah hanya menumpuk, dan tanpa ada usaha pengangkutan yang memadai. Taman Trunojoyo di depan Stasiun Kota Baru, meski berada di lokasi strategis, fasilitasnya dinilai tidak terawat. Lebih parah, sempat beredar rencana menjadikan Hutan Kota Malabar sebagai tempat rekreasi, padahal kondisinya sering dikeluhkan sebagai sarang nyamuk. 

Belum lagi banyak taman yang tidak ramah anak, minim penerangan, dan fasilitas yang rusak. Pandemi COVID-19 memang sempat membuat taman kota tidak berfungsi maksimal, tetapi kebutuhan akan RTH justru makin mendesak.

Warga menikmati suasana sejuk di Taman Merbabu, salah satu ruang terbuka hijau favorit di Kota Malang. Gambar: Lovely Mom/Nur Rochma

Pemerintah Harus Bertindak, Warga pun Bijak

Melihat kota-kota besar lain seperti Surabaya yang telah mencapai 22 persen, atau Bogor yang bahkan melampaui 39,19 persen, Kota Malang masih jauh tertinggal. Jakarta yang pernah disebutkan sebagai kota dengan masalah ruang terbuka hijau bahkan memiliki target ambisius, yakni membangun 21 RTH baru pada 2025. Bandung meskipun baru 12 persen, sudah lebih baik dalam mengembangkan ruang hijau yang lebih ramah bagi warganya. Di sisi lain, Malang masih stuck di angka yang jauh lebih rendah, dan ironisnya, tidak ada langkah tegas dari pemerintah daerah untuk mempercepat pencapaiannya.

Masih terngiang kabar Taman Alun-Alun Tugu Malang yang rusak parah pasca perayaan HUT Arema ke-37 pada Agustus 2024 menambah daftar panjang kerusakan fasilitas RTH. Kerugian mencapai 40 persen, sebuah angka yang mencerminkan kurangnya perhatian terhadap aset publik ini. Padahal, taman-taman tersebut adalah ruang publik yang seharusnya bisa menjadi pusat aktivitas warga, bukan hanya tempat yang dibiarkan terbengkalai begitu saja.

Pemerintah Kota Malang perlu lebih sigap dalam mengelola dan mengawasi pengelolaan RTH. Dengan hanya mengandalkan anggaran yang terbatas, solusi terbaik adalah kolaborasi dengan sektor swasta atau bahkan masyarakat untuk menciptakan ruang hijau yang tidak hanya layak, tetapi juga berkelanjutan. Jangan sampai pencapaian 30 persen RTH hanya menjadi angka di atas kertas, yang pada akhirnya hanya menjadi formalitas yang tidak memberikan dampak signifikan bagi kesejahteraan warga.

Harapan dan Peran Bersama

Pada akhirnya, bukan hanya pemerintah yang harus bertanggung jawab, tetapi warga Kota Malang juga harus peduli dan menjaga keberlanjutan RTH. Mari kita bersama-sama memastikan bahwa taman-taman kota dan ruang terbuka hijau lainnya tidak hanya menjadi ruang kosong yang penuh sampah, tetapi benar-benar menjadi ruang yang menghidupkan kota dan mendukung kualitas hidup kita.

Kita harus bisa menuntut lebih dari pemerintah, RTH bukan hanya sekadar tujuan administratif, tetapi juga tentang keberlanjutan, kebersihan, dan kenyamanan. Jika kita terus menunggu pemerintah tanpa melakukan tindakan nyata, bukan tidak mungkin kita akan terus terjebak dalam kondisi kota yang jauh dari ideal.

Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *