
Geograph.id – Di balik bayangan hutan tropis Kalimantan dan Belitung yang rimbun dan megah, tersembunyi sebuah ekosistem yang sering luput dari perhatian: hutan kerangas. Namanya terdengar asing bagi sebagian orang, padahal hutan ini memegang peran penting dalam keseimbangan alam dan kehidupan masyarakat sekitar.
Bukan Sekadar Hutan Gersang
Dalam bahasa Dayak Iban, “kerangas” berarti tanah yang tak bisa ditanami padi. Sebutan ini bukan tanpa alasan. Tanah di hutan kerangas dikenal sangat miskin unsur hara, asam, dan didominasi oleh pasir kuarsa serta podsol. Bisa dibilang, hutan ini adalah kawasan hidup yang ekstrem. Namun justru dari keterbatasan itulah, kehidupan yang penuh daya juang muncul.
Tumbuhan di hutan ini bukan tumbuhan biasa. Mereka adalah para pejuang alam yang telah berevolusi selama ribuan tahun untuk bertahan di tanah yang keras. Mereka menyerap nutrisi bukan dari tanah subur, tapi dari tajuk hujan dan proses daur ulang alami yang lambat. Kegigihan mereka menciptakan keindahan yang unik, serta manfaat yang besar.
Hutan Kerangas: Antara Kekayaan Alam dan Ancaman Manusia
Penemuan yang ditulis di The Conversation menunjukkan bahwa banyak tumbuhan hutan kerangas dimanfaatkan warga desa sebagai obat tradisional. Contohnya, kedindiman (Syzygium incarnatum), mencukaan (Lepisanthes amoena), dan prepat (Combretocarpus rotundatus) digunakan untuk perawatan pascamelahirkan. Kulit batang jemang (Rhodamnia cinerea) dijadikan pelumur penyembuh luka. Tercatat ada 36 jenis tanaman yang menghasilkan metabolit sekunder bermanfaat bagi kesehatan.
Sayangnya, meski rapuh dan dilindungi, hutan kerangas kerap menjadi korban eksploitasi. Tanahnya dikeruk, infrastrukturnya dibangun tanpa perhitungan. Padahal, keberadaan hutan ini sangat vital. Ia mengatur air, mengendalikan banjir, menyaring kualitas air, dan menjadi rumah bagi fauna unik. Salah satunya adalah Dischidia, tanaman yang hidup berdampingan dengan semut, sebuah bentuk simbiosis mutualisme di mana semut “mengantar” nutrisi untuk si tanaman.
Menjaga Kerangas, Menjaga Masa Depan
Pemulihan hutan kerangas bukanlah perkara sederhana seperti sekadar menanam pohon kembali. Prosesnya membutuhkan pupuk khusus dan asupan nutrisi tambahan yang kerap kali harus didatangkan dari luar negeri, menjadikannya usaha yang mahal dan kompleks. Namun, dengan perawatan yang tepat, hutan kerangas dapat bertransformasi menjadi surga tersembunyi. Warna airnya yang gelap bukanlah pertanda kerusakan, melainkan indikator bahwa ekosistem di dalamnya masih sehat. Contohnya bisa dilihat di Danum Bahandang, Kalimantan Tengah, di mana hutan kerangas berhasil disulap menjadi destinasi wisata yang memukau sekaligus ekosistem yang lestari.
Hutan kerangas mencerminkan ketangguhan alam. Lahir dari kondisi yang terbatas, namun menyimpan potensi luar biasa dalam aspek ekologi, sosial, hingga kesehatan. Mungkin kini saatnya kita berhenti menganggapnya sebagai “tanah tidak berguna” dan mulai memperlakukannya sebagai aset berharga yang perlu dijaga.