Migrasi Burung yang Terganggu karena Perubahan Iklim

 Ilustrasi burung bermigrasi. Gambar: Sutterstock.

Geograph.id – Setiap tahun, langit dihiasi kawanan burung yang terbang ribuan kilometer melintasi benua dan lautan. Migrasi adalah salah satu keajaiban tahunan yang menakjubkan, di mana burung-burung kembali ke tempat berkembang biak setelah bermusim-musim mengembara. Namun, perubahan iklim perlahan menghapus harmoni alami ini. Kini, banyak burung tak lagi pulang.

Langit yang Sepi di Banyak Wilayah

Di berbagai penjuru Indonesia seperti pesisir utara Jawa, kawasan hutan rawa di Kalimantan, hingga dataran tinggi Papua, masyarakat mulai menyadari perubahan yang sunyi. Biasanya, bulan-bulan tertentu ditandai oleh kedatangan burung kirik-kirik australia, bangau bluwok, atau trinil pantai. Namun kini, banyak dari mereka tak lagi terlihat. Suara kicau yang dahulu ramai menyambut pagi, kini digantikan oleh keheningan yang menyedihkan.

Iklim Mengacaukan Migrasi Burung

Perubahan iklim menyebabkan suhu bumi meningkat, memicu cuaca ekstrem, serta mengacaukan pola angin dan hujan. Hal ini berdampak langsung pada jalur migrasi burung. Menurut penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Global Change Biology, burung-burung migran seperti jenis shorebird dan wader kini menghadapi tantangan karena tempat singgah mereka tergenang atau mengering secara drastis. Jalur migrasi yang dahulu aman kini penuh risiko. Burung kuntul besar, misalnya, yang biasanya terlihat bermigrasi ke muara Sungai Mahakam di Kalimantan Timur, kini jumlahnya terus menyusut dari tahun ke tahun.

Waktu yang Tak Lagi Sinkron

Migrasi sangat bergantung pada ketepatan waktu. Burung-burung ini terbang mengikuti isyarat alam seperti panjang siang, suhu udara, dan ketersediaan makanan. Namun, iklim yang tak menentu membuat mereka datang terlalu awal atau terlalu lambat. Di wilayah pesisir Sumatera Selatan, beberapa spesies burung air migran seperti trinil rawa datang ketika populasi ikan kecil atau serangga belum memadai, menyebabkan kelaparan dan kematian dini.

Menurut ahli ornitologi dari Universitas Gadjah Mada, perubahan suhu yang kecil saja bisa menggeser pola makan dan waktu migrasi burung hingga berminggu-minggu. Hal ini membuat burung gagal berkembang biak karena tidak menemukan kondisi yang mendukung.

Dampak Migrasi Burung yang Gagal Terasa ke Ekosistem

Burung migran memiliki peran penting dalam ekosistem. Mereka menyebarkan biji, mengendalikan populasi serangga, dan menjadi indikator kesehatan lingkungan. Ketika burung-burung ini tak datang, keseimbangan terganggu. Hutan mangrove di pesisir Sulawesi Utara, misalnya, mulai kehilangan populasi burung pantai yang membantu menjaga kebersihan rawa asin.

Penelitian dari Wetlands International mencatat bahwa di Asia Tenggara, hilangnya lahan basah akibat pembangunan dan iklim ekstrem telah mengurangi populasi burung migran lebih dari 40 persen dalam dua dekade terakhir.

Isyarat Darurat dari Langit

Kehilangan burung migran adalah gejala dari krisis iklim yang lebih luas. Mereka adalah indikator alam yang memperlihatkan seberapa parah dampak perubahan iklim terhadap keanekaragaman hayati. Burung-burung yang tak pulang adalah pertanda bahwa waktu kita memperbaiki kerusakan alam semakin sempit. Tanpa langkah nyata untuk menghentikan krisis iklim, langit akan terus kehilangan nyanyian musimannya.

Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *