
Geograph.id– Saat mentari mulai condong ke barat, Alun-Alun Kota Malang mulai ramai oleh warga yang bersantai, bermain, atau sekadar berjalan menikmati suasana. Namun sore itu, ada pemandangan berbeda. Terlihat sekelompok mahasiswa dengan pakaian olahraga dan sarung tangan tampak menyusuri trotoar, taman, dan selokan sembari memungut sampah. Itulah momen dari kegiatan Plogging, program tahunan BEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB UB) yang berkolaborasi dengan komunitas lingkungan Trash Hero Tumapel.
Langkah Kecil Demi Lingkungan Lebih Bersih

Sore itu, suasana Alun-Alun Kota Malang seperti biasa dipenuhi hiruk pikuk pengunjung. Anak-anak berlarian di taman bermain, para lansia bercengkerama di bangku taman, dan pedagang menjajakan makanan di sepanjang jalur pedestrian. Namun, di antara keramaian pengunjung, terselip suatu pemandangan yang menyita beberapa pasang mata. Terlihat sebuah banner membentang dengan kumpulan mahasiswa berpakaian olahraga yang berbaris rapi tetapi bukan untuk melaksanakan senam, melainkan plogging untuk membersihkan lingkungan sekitar.
Plogging merupakan gabungan dari kata jogging dan bahasa Swedia plocka upp (memungut), yaitu salah satu cara kreatif untuk merawat lingkungan. Plogging dipilih sebagai aksi nyata yang menyelaraskan gaya hidup aktif dan cinta lingkungan oleh BEM FEB UB. Sebagai salah satu panitia penyelenggara acara, Aisyah Adifa, Dirjen Lingkungan Hidup BEM FEB UB, mengungkapkan bahwa mereka berharap masyarakat sekitar melihat fakta tentang menjaga kebersihan yang menjadi tanggung jawab bersama.
Kegiatan ini diikuti oleh kurang lebih 60 partisipan, baik anggota BEM FEB UB ataupun masyarakat umum. Sekitar pukul 15.30 WIB, peserta diminta untuk berbaris menjadi empat kelompok yang masing-masing memiliki area pemungutan berbeda. Sebelum kegiatan dimulai, panitia memberikan sesi edukasi kilat kepada peserta tentang sampah yang akan dipilah berdasarkan jenisnya. Setelah membagikan trash bag yang sudah diberi label jenis sampah ke tiap penanggung jawab kelompok, panitia menyebutkan bahwa di akhir kegiatan, sampah yang telah dikumpulkan akan ditimbang beratnya, guna menentukan kelompok mana yang berhak menjadi pemenang.
Meski tidak berlari, para peserta tetap aktif berjalan kaki sambil memungut sampah yang berserakan di sekitar alun-alun. Berbekal trash bag dan semangat muda, masing-masing kelompok menyisir area yang sudah ditentukan. Mulai dari pedestrian, taman bermain anak, hingga tempat yang kerap luput dari perhatian seperti pot bunga. Puntung rokok, plastik kresek, hingga sedotan bekas adalah sebagian kecil dari “harta karun” yang mereka temukan dan kumpulkan.
Mengapa Alun-alun Kota Malang?

Aisyah bercerita bahwa kegiatan tahunan ini memang selalu dilaksanakan di Alun-alun Kota Malang. Sebelumnya, mereka sempat berencana menggelar plogging di kawasan Car Free Day (CFD) Jalan Ijen. Namun, jangkauan kawasan Ijen dinilai terlalu luas dalam satu sesi kegiatan. Maka, pilihan pun kembali jatuh pada Alun-alun Kota Malang, tempat yang tak hanya ramai pengunjung, tetapi juga menyimpan tantangan besar dalam hal kesadaran masyarakat terhadap kebersihan.
“Bisa lebih diperhatikan lagi terkait lingkungan sekitar dan kebersihannya, karena aku lihat di Alun-alun ini udah banyak tempat sampah di setiap sudut berdasarkan jenisnya. Cuma emang kesadarannya masih rendah,” ungkap Aisyah
Ketersediaan fasilitas tidak selalu menjamin kesadaran. Tempat sampah terpisah organik-anorganik pun sering kali tak dimanfaatkan dengan benar. Karena itulah, kegiatan plogging ini juga sekaligus menjadi ajang edukasi, menunjukkan bahwa masih ada yang peduli dan bertindak nyata. Dengan suasana ramai sore hari, aksi ini menjadi panggilan yang kuat tentang pentingnya tanggung jawab kolektif menjaga ruang publik tetap bersih.
Harapan Menuju Kebiasaan Baru

Menggandeng komunitas seperti Trash Hero Tumapel dan memanfaatkan ruang publik yang strategis, mereka ingin menciptakan efek domino. Bahwa perubahan bisa menular, asal dimulai. Mulai dari sepotong sampah yang dipungut, ada harapan untuk kota yang lebih bersih. Dan dari satu langkah sore itu, bisa jadi lahir ratusan langkah baru di waktu berikutnya.
Aktivitas pemungutan sampah diakhiri sekitar pukul 16.20 WIB. Peserta diminta untuk kembali berbaris sesuai kelompok, kemudian menyerahkan trash bag untuk ditimbang beratnya. Hanya dalam waktu kurang lebih satu jam, kegiatan ini berhasil menjaring 14,6 kg sampah, dan kelompok 2 yang kebetulan diikuti oleh tim Geograph keluar sebagai pemenang. Kedepannya, plogging dapat diterapkan menjadi budaya baru, kegiatan ringan yang bisa dilakukan siapa pun, kapan pun. Karena menjaga bumi tak selalu butuh gerakan besar. Kadang, ia cukup dimulai dari tangan-tangan yang tak gengsi memungut puntung rokok dan plastik kosong di tengah keramaian kota.