
Geograph.id – Jakarta lagi-lagi masuk dalam daftar kota dengan kualitas udara terburuk di dunia. Berdasarkan data terbaru, ibu kota Indonesia menempati peringkat keempat dengan angka 170 AQI US, indikator warna merah yang berarti tidak sehat. Sementara itu, Jambi berada dalam kategori berbahaya menurut pemetaan BMKG, memperlihatkan bahwa masalah polusi udara tidak hanya terpusat di Jakarta, tetapi juga menjalar ke berbagai daerah lain di Indonesia.
Ancaman bagi Kesehatan dan Kehidupan
Polusi udara bukan sekadar angka di layar ponsel atau statistik dalam laporan tahunan. Ia merasuk ke paru-paru, menyebabkan penyakit pernapasan, batuk berkepanjangan, kanker paru-paru, hingga iritasi kulit. Menurut penelitian University of Chicago, paparan polusi udara dapat mengurangi harapan hidup hingga 2,3 tahun, angka yang seharusnya cukup mengejutkan untuk menjadi alarm darurat.
Selain berdampak pada kesehatan manusia, polusi udara juga mengancam lingkungan. Gas-gas beracun yang dilepaskan ke atmosfer dapat merusak tanaman, mengurangi kualitas air, dan mempercepat pemanasan global. Jika dibiarkan, dampaknya tidak hanya dirasakan oleh manusia saat ini, tetapi juga oleh generasi mendatang.
Polusi Udara di Indonesia: Antara Ketidaktahuan dan Pembiaran
Seberapa besar keseriusan pemerintah dalam menangani krisis ini? Penyebab polusi udara di Indonesia bukanlah misteri: kendaraan bermotor di Jakarta menjadi penyumbang terbesar karbon monoksida, sementara Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) masih mengandalkan batu bara yang menghasilkan sulfur dioksida (SO2). Tak hanya itu, industri yang tak terkontrol dan kebiasaan membakar sampah rumah tangga turut memperparah kondisi. Ironisnya, musim kemarau dan pola angin dijadikan kambing hitam, seolah-olah polusi ini adalah fenomena alam yang tak terhindarkan.
Polusi udara bukan hanya masalah lingkungan, tetapi juga krisis kesehatan yang harus segera ditangani sejak bertahun-tahun lalu. Jika kita tidak mengambil langkah nyata, kita sedang mengorbankan kesehatan masyarakat untuk kepentingan ekonomi jangka pendek.
Solusi: Masih Jauh dari Realisasi
Pada tahun 2023 lalu, LBH Jakarta, Walhi, dan Greenpeace Indonesia sempat membentuk koalisi aktif yang bernama IBUKOTA (Koalisi Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta). Mereka mengajukan berbagai tuntutan kepada pejabat publik guna menekan pemerintah agar mengambil tindakan konkret dalam menangani polusi udara. Upaya ini patut diapresiasi, tetapi hingga saat ini, penerapan kebijakan yang lebih solutif masih jauh dari harapan dan belum menjadi prioritas utama.
Solusi yang kerap ditawarkan? Masyarakat dihimbau menggunakan transportasi umum dan menerapkan gaya hidup ramah lingkungan. Tapi, bagaimana bisa jika transportasi umum masih jauh dari kata nyaman, murah, dan efisien? Di banyak daerah, opsi ini bahkan nyaris tidak tersedia. Pemerintah menyodorkan alternatif yang belum siap diterapkan secara masif, sementara polusi terus membunuh perlahan.
Masa Depan Udara Indonesia
Jika tidak ada langkah konkret untuk mengurangi polusi, mulai dari regulasi yang lebih ketat terhadap emisi kendaraan dan industri, investasi besar-besaran pada transportasi publik yang layak, hingga peralihan dari energi kotor ke sumber daya terbarukan, Indonesia akan terus tersedak dalam udara yang kian beracun. Pada akhirnya, bukan hanya paru-paru yang sesak, tetapi juga masa depan yang semakin suram.