Pulau Sumatra: Surga yang Bergetar di Sisi Barat Indonesia

Pulau sumatra
Danau Toba, Sumatra Utara. Gambar: Kemenparekraf

Geograph.id – Pulau Sumatra terhampar megah di sisi barat Indonesia, seolah menjadi benteng pertama Nusantara yang menghadap langsung ke Samudra Hindia. Luasnya mencapai lebih dari 470 ribu kilometer persegi, menjadikannya pulau terbesar keenam di dunia. Namun keagungannya tak hanya terletak pada ukuran, melainkan pada bentang alam yang kompleks dan penuh dinamika. Di bawah hamparan hutannya yang lebat dan pegunungan yang menjulang, tersimpan aktivitas geologis yang intens, konsekuensi dari posisinya yang berada tepat di atas Lempeng Indo-Australia dan Eurasia.

Tanah yang Dilahirkan dari Gemuruh

Dari ujung utara hingga selatan, Pulau Sumatra menyuguhkan panorama alam yang tak hanya memesona mata, tetapi juga mengisyaratkan cerita panjang tentang bumi yang terus bergerak. Keindahan alamnya bukan semata soal hutan dan pegunungan. Tetapi juga tentang keterhubungan antara alam, sejarah geologis, dan kehidupan manusia yang tumbuh di atasnya.

Dimulai dari Bukit Barisan. Membentang seperti tulang punggung raksasa dari utara ke selatan, bukan sekadar pemandangan indah, ia adalah saksi bisu letusan-letusan yang mengubah wajah bumi.  

Gunung Kerinci. Puncak tertinggi di Pulau Sumatra dengan ketinggian 3.805 meter. Kerinci masih aktif mengeluarkan asap belerang sebagai peringatan bahwa kekuatan vulkanik di bawahnya tak pernah padam. Namun justru di lereng-lereng berbahaya inilah tumbuh perkebunan kopi terbaik, daun-daun teh termanis, dan hutan tropis paling kaya.  

Gunung Kerinci. Gambar: Wikipedia

Danau Toba, kaldera terbesar di dunia, adalah mahakarya letusan maha dahsyat 74.000 tahun silam. Letusan itu begitu besar hingga abunya menutupi langit selama enam tahun dan diduga memusnahkan 60% populasi manusia purba. Kini, danau seluas 1.130 km² itu terlihat tenang. Tetapi survei geologi yang dilakukan oleh Institut Teknologi Bandung pada tahun 2021 menemukan kubah magma baru tumbuh di dasarnya dengan kecepatan 4 cm per tahun. Di sisi lain pulau, Danau Maninjau menyimpan kisah lebih kelam. Pada tahun 1979, longsor tebing kaldera setinggi 460 meter menewaskan 200 jiwa, mengubur tujuh desa di bawah tanah dan air.

Danau Maninjau. Gambar: Wikipedia

Hutan – Hutan di Atas Bara, Laboratorium yang Terancam

Di balik kabut yang menyelimuti punggung Bukit Barisan, hutan-hutan Sumatra menyimpan kisah yang lebih tua daripada peradaban manusia. Leuser Ecosystem, bentang alam seluas 2,6 juta hektar yang membentang di Aceh dan Sumatra Utara, bukan sekadar hutan biasa. Di sini, di antara akar-akar pohon meranti raksasa dan daun-daun palem selebar payung, evolusi berjalan sesuai iramanya sendiri. Kawasan ini menjadi satu-satunya tempat di dunia di mana harimau sumatra, orang utan, badak, dan gajah Asia hidup dalam satu ekosistem. Hal ini menjadi sebuah warisan purbakala yang bertahan di tengah gemuruh bumi modern.  

Namun surga ini terus mengerut. Data Global Forest Watch menunjukkan Pulau Sumatra kehilangan 2,3 juta hektar hutan primer antara tahun 2002 hingga 2022. Angka ini setara dengan 300 lapangan bola setiap jam. Di Provinsi Riau, hamparan hutan dataran rendah yang dulu menjadi benteng terakhir harimau sumatra telah berubah menjadi perkebunan sawit sejauh mata memandang. Ironisnya, tanah vulkanik subur yang seharusnya menjadi berkah justru mempercepat kerusakan, mineral kaya nutrisi membuat pembukaan lahan untuk pertanian semakin menggiurkan.  

Di pelosok selatan, Taman Nasional Kerinci Seblat menghadapi ancaman berbeda. Kawasan konservasi terbesar di Sumatra ini terus digerogoti penambangan emas liar. Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pada tahun 2021 saja, terdapat 1.200 titik tambang ilegal di zona penyangga taman nasional. Polusi merkuri juga telah meracuni sungai-sungai yang mengalir dari Gunung Kerinci, mengancam populasi ikan endemik seperti semah dan reremah yang telah hidup di sini selama ribuan tahun. 

Ancaman Juga Datang dari Alam

Di balik segala keelokan lanskapnya, Sumatra menyimpan potensi bencana yang tak bisa diabaikan. Pulau ini berdiri di atas salah satu zona paling aktif secara geologi di dunia. Garis patahan besar, yaitu Sesar Semangko, membentang sejajar dengan Pegunungan Bukit Barisan sepanjang lebih dari 1.900 kilometer. Di sepanjang sesar ini, pergeseran lempeng terus terjadi perlahan tapi pasti, menyimpan energi yang sewaktu-waktu bisa dilepaskan dalam bentuk gempa bumi.

Gempa besar bukanlah hal asing bagi Sumatra. Dalam dua dekade terakhir saja, serangkaian gempa telah mengguncang wilayah ini dengan dampak yang signifikan. Salah satu yang paling mengerikan terjadi pada tahun 2004, saat gempa megathrust berkekuatan 9,1 M di lepas pantai Aceh memicu tsunami dahsyat yang merenggut lebih dari 200.000 jiwa di berbagai negara, dengan Aceh sebagai pusat luka terdalam.

Ancaman tidak hanya datang dari dasar laut. Barisan gunung api aktif yang menjulang dari utara ke selatan juga menyimpan potensi letusan yang bisa mengubah lanskap dan kehidupan dalam hitungan jam. Gunung Sinabung di Sumatra Utara, yang sempat tertidur selama ratusan tahun, kembali aktif sejak 2010 dan sudah meletus puluhan kali, mengakibatkan ribuan warga harus mengungsi berulang kali. Gunung Marapi, Talang, dan Kerinci juga tetap aktif, menunjukkan aktivitas vulkanik dari waktu ke waktu.

Gunung Sinabung. Gambar: Datagunung Indonesia

Bagaimanapun, Sumatra Adalah Mahakarya

Sumatra adalah mahakarya alam yang nyaris tak tertandingi. Dari danau purba seluas samudra, hutan tropis yang rimbun, hingga gunung-gunung yang menyentuh langit. Pulau ini adalah galeri terbuka dari segala bentuk keindahan bumi. Setiap lekuknya menyimpan pesona dan kekuatan, menghadirkan lanskap yang tak hanya memanjakan mata, tetapi juga menggetarkan jiwa. 

Di balik segala dinamika geologisnya, Sumatra tetaplah surga yang menawarkan kedamaian, petualangan, dan keajaiban. Getaran yang menyertainya bukanlah pertanda kehancuran semata, melainkan pengingat bahwa tanah ini hidup dan dalam kehidupan itulah, keindahan terus tumbuh dan berkembang.

Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *