
Geograph.id – Hampir dua puluh tahun yang lalu, Kota Bandung dilanda tragedi yang menggetarkan hati. Pada tanggal 21 Februari 2005, pukul 02.00 WIB, kehancuran melanda TPA Leuwigajah ketika gunungan sampah setinggi 60 meter dan panjang 200 meter tiba-tiba runtuh, mengubur ratusan pemulung yang sedang tertidur.
Tragedi ini tak ubahnya sebagai tsunami sampah yang melanda, merenggut nyawa dan meninggalkan luka yang mendalam bagi mereka yang ditinggalkan.
Hujan Lebat dan Gunungan Sampah
Peristiwa tragis ini terpicu oleh kombinasi mematikan dari hujan deras yang turun sepanjang hari dan tumpukan sampah yang tak terkendali. Hujan lebat mengakibatkan longsor tanah di sekitar TPA, sedangkan gas metana yang dihasilkan dari kondisi sampah yang tergenang memicu ledakan mengerikan pada saat yang sama.
Trauma dan Luka Mendalam bagi Korban dan Warga Sekitar
Tragedi Leuwigajah menelan korban jiwa sebanyak 157 orang, sementara banyak lainnya masih belum ditemukan hingga hari ini. Kehilangan tragis ini telah meninggalkan trauma yang tak terobati bagi para korban dan keluarga mereka, yang terasa mendalam bahkan setelah hampir dua dekade berlalu.
Abah Widi: “Pemerintah Belum Pernah Minta Maaf Secara Resmi”
Abah Widi, seorang tokoh masyarakat di sekitar TPA Leuwigajah, menyuarakan kekecewaannya terhadap pemerintah yang belum pernah mengeluarkan permintaan maaf resmi atas kejadian ini. Ia menganggap upacara tahunan untuk mengenang para korban hanya sebagai seremoni belaka tanpa memberikan solusi konkret. “Sampai saat ini, perwakilan pemerintah belum pernah menyampaikan permintaan maaf secara langsung. Ini merupakan contoh betapa pentingnya tata krama dan etika terhadap alam dan manusia dalam menghadapi bencana semacam ini,” ungkap Abah Widi.
Tragedi TPA Leuwigajah: Lahirnya Hari Peduli Sampah Nasional
Tragedi di Leuwigajah tidak hanya menjadi titik pukul bagi Kota Bandung, tetapi juga menjadi momen penting dalam sejarah pengelolaan sampah di Indonesia. Dari kesedihan yang mendalam ini, lahir Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN), diperingati setiap tanggal 21 Februari. HSPN sebagai pengingat akan pentingnya mengelola sampah secara berkelanjutan dan bertanggung jawab.
Meski 19 Tahun Berlalu, TPA Leuwigajah Masih Terbengkalai
Meski sudah hampir dua puluh tahun berlalu, TPA Leuwigajah masih terbengkalai dan belum dikelola dengan baik. Tumpukan sampah yang runtuh masih terlihat jelas di lokasi tersebut. Sementara solusi konkret dari pemerintah untuk rehabilitasi dan pengelolaan ulang lahan ini masih belum ada.
Tragedi ini merupakan pelajaran berharga bagi kita semua tentang bahaya dari pengelolaan sampah yang tidak bertanggung jawab. Leuwigajah mengingatkan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dan menghormati alam, serta mendorong perubahan perilaku dan kebiasaan dalam mengelola sampah.
HPSN harus dijadikan momentum untuk mengubah cara kita memandang dan bertindak terhadap sampah. Kita harus lebih bertanggung jawab dalam memproduksi, memilah, dan mengolahnya. Serta mendukung upaya pemerintah dalam membangun sistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan.