ilustrasi mencari tahu apa itu greenwashing. Gambar: Shutterstock
Geograph.id – Saat ini, semakin banyak orang yang peduli pada lingkungan, terutama di kalangan anak muda. Melihat peluang ini, banyak perusahaan yang mencoba memanfaatkan tren greenwashing dengan menempelkan label “ramah lingkungan” atau “berkelanjutan” pada produk mereka. Meski produk mereka terlihat ramah lingkungan, sering kali kenyataannya tidak demikian. Istilah untuk praktek ini adalah greenwashing, sebuah cara promosi yang membuat perusahaan tampak peduli terhadap lingkungan, padahal tidak.
Apa itu Tren Greenwashing?
Greenwashing bukanlah hal yang baru. Ini telah terjadi sejak lama. Perusahaan yang melakukan ini menggunakan istilah seperti eco-friendly, sustainable atau carbon neutral. Namun, sering kali klaim ini tidak didukung dengan bukti nyata. Contohnya, mereka mungkin hanya mengubah warna kemasan menjadi hijau atau menambahkan gambar alam untuk menarik pasar yang semakin peduli dengan isu lingkungan. Menurut laporan dari Greeneration Foundation, banyak perusahaan di Indonesia tidak sepenuhnya jujur tentang praktik mereka. Mereka berpura-pura peduli dengan lingkungan agar bisa menarik perhatian konsumen yang semakin sadar lingkungan.
Contoh Kasus Greenwashing di Indonesia
Greenwashing tidak hanya terjadi di luar negeri, tetapi juga di Indonesia. Contohnya, beberapa perusahaan air minum dalam kemasan mengklaim botol mereka “lebih ramah lingkungan”. Kenyataannya, industri ini adalah salah satu penyumbang sampah plastik terbesar di Indonesia. Earth Journalism Network juga melaporkan bahwa industri pulp dan kertas di Indonesia sering melabeli produk mereka sebagai “berkelanjutan”. Padahal, banyak dari mereka berkontribusi pada deforestasi besar-besaran. Ini memperlihatkan bahwa label “hijau” sering tidak mencerminkan tindakan nyata dalam menjaga lingkungan.
Dampak Tren Greenwashing pada Anak Muda
Anak muda sekarang semakin peduli dengan isu lingkungan. Mereka lebih hati-hati ketika memilih barang. Mereka mencari informasi dulu sebelum membeli dan cenderung mendukung merek yang benar-benar peduli pada kelestarian lingkungan. Namun, ketika mereka tahu ada merek yang cuma berpura-pura peduli, kepercayaan mereka bisa hilang. Penelitian dari UIN Jakarta menunjukkan bahwa greenwashing bisa membuat anak muda jadi ragu dan skeptis. Hal ini bisa mempengaruhi keputusan mereka pada saat membeli barang. Mereka bahkan bisa berhenti percaya pada perusahaan yang sebelumnya mereka dukung.
Regulasi dan Tantangan
Di Indonesia, aturan mengenai greenwashing masih belum jelas. Meski ada aturan yang mengatur iklan dan melindungi konsumen, praktik penipuan seperti ini masih sering terjadi. Sebuah penelitian di ResearchGate menunjukkan bahwa aturan yang lebih ketat diperlukan untuk menghentikan perusahaan menggunakan label hijau hanya untuk menjual produk lebih banyak. Jika tidak ada aturan yang jelas dan hukuman yang berat, perusahaan akan terus mengeksploitasi celah ini untuk mendapatkan keuntungan. Generasi muda memiliki peran besar dalam melawan greenwashing ini.
Berikut adalah beberapa hal yang dapat di lakukan sebagai konsumen cerdas:
1. Cari Sertifikasi Lingkungan
Pastikan bahwa produk memiliki sertifikasi resmi seperti FSC untuk kayu atau label ekologi dari organisasi tepercaya.
2. Selidiki Kebijakan Perusahaan
Jangan hanya percaya iklan. Gali lebih dalam apa yang dilakukan perusahaan untuk keberlanjutan.
3. Kritik Suara di Media Sosial
Jika Anda melihat greenwashing, gunakan media sosial untuk menyuarakan dan dorong perusahaan agar lebih terbuka.
Menurut jurnal dari Universitas Jambi, generasi muda memiliki pengaruh besar untuk mendorong perusahaan agar lebih bertanggung jawab. Kampanye melalui media sosial terbukti efektif dalam mengubah kebijakan perusahaan yang sebelumnya berpura-pura peduli lingkungan.
Greenwashing adalah masalah serius dalam menciptakan keberlanjutan yang nyata. Perusahaan yang hanya mengikuti tren hijau tanpa melakukan tindakan nyata malah menghambat perubahan penting yang diperlukan untuk melindungi lingkungan. Namun, dengan peningkatan kesadaran, penelitian yang mendalam, dan tindakan nyata dari konsumen, generasi muda dapat membujuk perusahaan untuk sungguh-sungguh berkontribusi pada keberlanjutan, bukan sekadar melakukan pencitraan hijau yang menipu.