Gubernur Bali Larang Air Kemasan Plastik, Dorong Botol Kaca Sebagai Alternatif

Ilustrasi limbah botol plastik. Gambar: Pexels

Geograph.id – Gubernur Bali, Wayan Koster, resmi melarang produksi dan peredaran air minum dalam kemasan (AMDK) plastik berukuran di bawah satu liter di seluruh wilayah Bali. Kebijakan ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah, sebagai langkah konkret mengurangi limbah plastik yang kian menumpuk.

Larangan Air Minum dalam Kemasan Plastik Berlaku untuk Semua Sektor Usaha

“Semua perusahaan swasta akan kami undang untuk mengikuti sosialisasi terkait aturan ini,” kata Koster, dikutip dari Detik.com. Ia juga mendorong penggunaan botol kaca sebagai alternatif yang lebih ramah lingkungan. Kebijakan ini muncul seiring dengan kondisi kapasitas tempat pembuangan akhir (TPA) di Bali yang sudah penuh, sehingga diperlukan upaya signifikan untuk mengurangi sampah plastik dari hulu. SE tersebut berlaku bagi semua sektor, termasuk pusat perbelanjaan dan kafe. Bila tidak mematuhi, pelaku usaha terancam sanksi berupa peninjauan kembali hingga pencabutan izin usaha.

Ketua PHRI Bali, Tjokorda Oka Arta Ardhana Sukawati alias Cok Ace, menyambut baik kebijakan ini. “Masyarakat juga, kan, membayar iuran sampah, anggarannya sudah ada, tinggal realisasinya. Saya rasa teman-teman pengusaha juga sudah cocok,” ujar Cok Ace.

Respons Pelaku Industri: Aspadin Minta Diskusi dan Kajian Mendalam

Namun, kebijakan ini tidak disambut positif oleh semua pihak. Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) menyatakan keberatannya atas pelarangan tersebut. Ketua Umum DPP Aspadin, Rachmat Hidayat, menyatakan bahwa larangan ini dapat menimbulkan dampak serius terhadap industri. “Dalam teks SE itu terdapat larangan produksi dan distribusi, yang tentu saja bisa berdampak buruk bagi sektor industri dan perdagangan,” ujar Rachmat, seperti dilansir DetikBali pada Selasa (8/4/2025).

Aspadin menyampaikan keinginannya untuk berdialog dengan Kementerian Perdagangan serta Pemerintah Provinsi Bali demi mencari solusi yang seimbang. Rachmat juga menegaskan bahwa botol plastik dari industri AMDK termasuk jenis kemasan dengan tingkat daur ulang tertinggi di Indonesia. Selain itu, para produsen terus berinovasi untuk mengurangi dampak lingkungan.

Akademisi: Setuju, Tapi Perlu Kelayakan dan Sosialisasi

Dukungan terhadap kebijakan ini datang dari akademisi dan pengamat kebijakan publik Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Denpasar, I Nyoman Subanda. Ia menilai gagasan pengurangan plastik sekali pakai sebagai langkah positif. “Saya setuju dengan gagasan Gubernur Bali I Wayan Koster untuk mengurangi sampah plastik sekali pakai di Bali,” ujar Subanda seperti dilansir Sindo News pada Selasa (22/4/2025).

Namun, Subanda juga mengingatkan bahwa kebijakan ini tidak boleh terburu-buru. Menurutnya, diperlukan kajian lebih dalam untuk memastikan apakah kemasan plastik air minum kecil memang jenis sampah yang paling bermasalah. Ia juga menekankan pentingnya struktur birokrasi yang selaras dan adanya kelayakan dalam kebijakan, terutama mengingat kebutuhan besar masyarakat akan kemasan air minum selama pelaksanaan upacara adat di Bali.

“Harus ada sosialisasi dan kajian ulang. Pemerintah juga harus menyediakan anggaran memadai jika ingin kebijakan ini berjalan efektif,” tambahnya.

Meski tujuannya mulia untuk mengurangi sampah plastik di Bali, implementasi kebijakan ini perlu kehati-hatian. Semua pihak, terutama pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat, perlu terlibat aktif agar tidak menimbulkan dampak sosial dan ekonomi, terutama bagi pedagang kecil dan sektor informal.

 

 

Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *