Geograph.id – Proyek pembangunan beach club dan resort di Gunungkidul oleh Raffi Ahmad menuai protes dari berbagai kelompok lingkungan dan masyarakat setempat. Akibatnya, Raffi memutuskan untuk mundur dari proyek tersebut. Pembangunan ini direncanakan berada di area Pantai Krakal, Desa Kemadang, yang termasuk dalam Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) Gunungsewu, sebuah kawasan lindung geologi yang diatur oleh Permen ESDM Nomor 17 Tahun 2012.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Yogyakarta menyampaikan kekhawatiran bahwa pembangunan ini dapat memperparah kekeringan di wilayah tersebut. Mereka menyoroti pentingnya kawasan karst sebagai daerah resapan air yang menyediakan cadangan air bagi masyarakat sekitarnya. Pembangunan besar-besaran di kawasan ini berpotensi merusak ekosistem dan mengganggu keseimbangan lingkungan yang sudah rapuh.
Selain itu, WALHI juga mencatat bahwa wilayah Tanjungsari, tempat proyek ini direncanakan, termasuk daerah yang rawan kekeringan meskipun memiliki sungai dan mata air bawah tanah. Dengan luas pembangunan mencapai 10 hektar, proyek ini dianggap dapat mengancam ketersediaan air tanah yang sangat vital bagi kehidupan warga setempat.
Sebagai respons atas protes dan kekhawatiran yang muncul, Raffi Ahmad akhirnya memutuskan untuk mundur dari proyek ini, menekankan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat setempat daripada mengejar keuntungan komersial semata.