
Geograph.id – Eksploitasi terhadap bukit di Jember masih berlaku hingga saat ini. Tidak hanya kegiatan yang memiliki izin resmi, tetapi praktik ilegal pun semakin merajalela. Namun yang memprihatinkan adalah lemahnya posisi pemerintah dan aparat penegak hukum setempat dalam menangani masalah ini, karena kewenangan mereka tidak sepenuhnya terfokus pada wilayah tersebut.
Dijuluki sebagai Kota Seribu Bukit, jumlah bukit yang tersebar hampir di semua kecamatan atau desa di Jember. Sebuah studi yang dilakukan dua lembaga, yaitu di Universitas Jember dan Universitas Negeri Malang, tahun 2012 silam menyebutkan, Kabupaten Jember memiliki 1.955 gumuk atau bukit. Dari jumlah itu, sebanyak 1.670 bukit telah terinventarisasi dan sisanya 285 bukit belum terinventarisasi. Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah bukit terus menyusut dan kabarnya hanya tersisa sekitar 600-an bukit. Apabila hal ini benar, Jember sudah tak layak lagi menyandang julukan Kota Seribu Bukit.
Salah satu bukit yang saat ini masih terus dieksploitasi terletak di desa Sukokerto kecamatan Sukowono. Karena dikeruk secara terus menerus bukit di daerah tersebut berubah menjadi cekung dan berlubang. Pengakuan dari para penambang di lokasi setempat mengindikasikan bahwa dalam sehari, lebih dari 20 truk dipadati dengan material pilihan oleh alat berat. Material yang dieksploitasi mencakup pasir berkualitas unggul yang sering digunakan dalam konstruksi industri, serta batu yang diperoleh melalui proses penambangan manual. Menurut warga, aktivitas penambangan juga membuat jalan dusun amblas dan rusak karena truk yang melaju kencang.
“Setiap hari truk-truk mogok berat lewat jalan-jalan desa untuk mengangkut material hasil pengerukan bukit ke tempat produksi, jadi banyak jalan-jalan desa yang rusak karena muatan truk terlalu berat,” ujar Bambang warga setempat.
Secara umum, sebagian besar bukit tersebut merupakan aset pemerintah, namun tidak jarang pula yang dimiliki secara pribadi. Namun, baik pemerintah maupun warga setempat aktif dalam upaya pengerukan. Aktivitas ini luas antara yang memiliki izin resmi dan ilegal. Tidak dapat disangkal bahwa baik yang memiliki izin maupun yang tidak, keduanya mengambil keuntungan dari eksploitasi gumuk ini hingga meratakan bahkan mengolahnya menjadi lubang yang dalam. Namun, perbedaannya terletak pada kontribusi pendapatan yang diberikan kepada negara, yang sah memberikan sumbangan finansial, sedangkan yang ilegal tidak memberi keuntungan.
Di wilayah lain, tepatnya di Desa Gumuksari, Kecamatan Kalisat, juga terdapat sejumlah bukit yang menjadi sasaran kegiatan penambangan. Setidaknya terdapat enam bukit yang telah dimanfaatkan untuk mengumpulkan material tambang, seperti pasir, batu piring, batu, dan material urukan yang berkualitas. Menurut pengakuan warga setempat, dua dari enam bukit yang ditambang tergolong masih baru dikeruk.
“Bukit disini adalah penghasil bahan bangunan, seperti batu piring dan pasir dan hasil produknya berkualitas dan memiliki nilai jual yang tinggi,” ujar Ghufron, warga setempat.
Di sisi lain, pentingnya fungsi bukit tidak dapat dipandang remeh. Selain berperan sebagai kawasan konservasi yang melindungi keanekaragaman hayati, bukit juga berfungsi sebagai habitat alami bagi berbagai makhluk hidup. Bukit menjadi sumber resapan udara yang penting, penyedia oksigen bagi lingkungan sekitar, membantu dalam memecah angin dan menjadi perisai alami dari dampak badai. Upaya penyelamatan dan pelestarian bukit yang dilakukan oleh Pemerintah Jember diharapkan dapat ditanggapi dengan tepat, baik yang dilakukan secara legal maupun ilegal.