
Geograph.id – Hari itu sangat gelap, awan hitam menyelimuti langit Weru, Kecamatan Paciran, sebuah desa pesisir 7 kilometer sebelah barat muara Bengawan Solo. Pagi itu juga, tak terdengar deru mesin atau aktivitas laut lainnya, para nelayan tak bisa tidur nyenyak di Rumah mereka, merelakan waktunya untuk tidur di Gardu-gardu Pantai berselimut sarung sembari memperhatikan ombak yang terus menerus menghantam perahu mereka.
Syaifuddin (61), pemilik perahu kecil bermesin 20pk sedang sayu memandangi perahu miliknya yang terombang ambing melawan arus, sembari mengencangkan tali ikatan perahunya yang semakin kendor, syaifuddin terus berusaha tegar dengan kondisi angin barat yang sedang menerpa.
Belum puas diterpa angin barat, ancaman lain justru datang dari sang bengawan solo. Sungai sepanjang kurang lebih 600 kilometer yang berhulu di lereng Merapi ini sukses membuat ancaman bagi para nelayan Gresik-Lamongan. Material lumpur yang terbawa aliran sungai membuat hilir sungai yang berakhir di Kecamatan Ujungpangkah, Gresik, mengalami pendangkalan yang cukup parah. Hal ini mengganggu aktivitas para nelayan karena makin dangkalnya areal tangkapan ikan mereka sehingga mengharuskan untuk lebih berlayar ke utara.
“Dulu di depan Gerdu ini sudah air laut mas, sekarang daratannya semakin ke utara, nggak tau 20-50 tahun lagi sampai berapa jauh lagi lautnya.” – Syaifuddin
Mengingat daerah muara bengawan solo adalah areal nelayan aktif. Dari kecamatan Ujungpangkah Gresik hingga barat kecamatan Paciran Lamongan terbentang hamparan perahu-perahu nelayan kecil. Ancaman pendangkalan adalah masalah serius bagi mereka, dan belum selesai sampai disitu;
MUARA SANG BENGAWAN
Mulanya, muara Bengawan Solo berakhir di Mengare, Kecamatan Sidayu Gresik, 4 kilometer jika ditarik lurus dari pulau Madura. Muara ini langsung mengalir ke selat Madura. Namun, oleh pemerintah kolonial kala itu, dibuatlah kanal lurus ke utara sejauh 17 kilometer. Bukan tanpa sebab, hal ini dibuat bertujuan agar tak mengganggu aktivitas kapal yang akan berlabuh ke Surabaya. Mengingat kala itu Surabaya merupakan kota Pelabuhan yang sangat penting bagi Belanda.
PENDANGKALAN MUARA BENGAWAN SOLO TIAP TAHUN SEMAKIN PARAH
Setiap tahun Bengawan Solo membawa material lumpur yang dibawa dari hulu ke hilir dan berakhir menjadi endapan di muara, hal ini menyebabkan pendangkalan yang bersifat merugikan bagi nelayan.
Pendangkalan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain alih fungsi lahan serapan sekitar DAS (Daerah Aliran Sungai), limbah industri, dan aktivitas merugikan lainnya.
Dari tahun ke tahun sebaran sedimentasi dan pendangkalan sungai Bengawan Solo dapat dilihat dalam data gambar yang didapat dari Google Earth :



Dari data gambar di atas, sedimentasi berhasil mengubah garis Pantai nelayan dan semakin mengurung daerah tangkapan ikan mereka. Ini menjadi ancaman serius bagi Syaifuddin dan nelayan-nelayan lain di lautan Gresik-Lamongan.
“Mungkin orang diluar sana tak tahu kalau ancaman semacam ini mengancam kita. Namun sedikit demi sedikit ancaman ini semakin terasa bagi kami nelayan-nelayan disini.” – tutup Syaifuddin.