
Geograph.id – Tulungagung, sebuah kabupaten yang terletak di Jawa Timur, terkenal sebagai salah satu sentra produksi marmer terbesar di Indonesia. Marmer yang dihasilkan akan kualitasnya yang unggul.
Produknya digunakan dalam berbagai macam proyek konstruksi dan seni. Salah satu bukti keunggulan kualitasnya adalah penggunaan marmer Tulungagung untuk membuat Makam Presiden Suharto.
Penambangan marmernya sendiri terletak di desebuah bukit yang terletak di Desa Besole, Kecamatan Besuki. Tentunya dengan adanya industri pertambangan memiliki dampak yang diberikan terhadap masyarakat khususnya sosial dan ekonomi.
Secara ekonomi, industri memberikan dampak positif seperti menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan, memberikan peluang kerja, dan menyediakan peluang usaha masyarakat dan meningkatkan pendidikan.
Tentunya hal ini membawa perubahan bagi masyarakat dengan mengurangi tingkat kemiskinan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kecamatan Besuki. Terbukti dari data BPS Kabupaten Tulungagung menunjukkan bahwa industri marmer terbukti dapat berkontribusi dalam mengurangi tingkat kemiskinan.
Dampak negatif industri di Tulungagung
Namun keberadaan industri penambangan juga berdampak negatif bagi masyarakat, terutama di daerah sekitar pertambangan. Dampak yang pasti ditimbulkan adalah pencemaran udara karena banyaknya debu dari truk pengangkut material.
Selain itu, limbah padat seperti lumpur marmer yang dihasilkan dari pemotongan marmer sulit dibuang karena minimnya tempat pembuangan limbah, sehingga menyebabkan polusi lingkungan. Tak hanya itu, polusi suara dari mesin pemotong rumput juga mengganggu masyarakat sekitar.
Kurangnya pengetahuan dari para pengusaha dan juga kebiasaan masyarakat yang cenderung mengabaikan dampak yang mereka terima merupakan salah satu alasan mengapa pengusaha berperilaku sering mengabaikan dampak yang muncul. Dari perspektif pengelolaan sumber daya alam, pengusaha industri di Desa Besole tampaknya masih mengabaikan perlindungan lingkungan.
Hal ini terlihat dari cara mereka membuang limbah lumpur yang kurang memadai, namun dianggap cukup karena sebagian besar pengolahan limbah di desa tersebut menggunakan tempat pembuangan serupa. Selain itu, pengusaha marmer tidak terlalu khawatir tentang habisnya sumber daya tambang marmer yang dieksploitasi untuk mendapatkan bahan baku.
Terlebih lagi, dampak negatif dari kegiatan pertambangan adalah meningkatnya risiko bencana alam seperti banjir dan kekeringan di sekitar wilayah tambang. Sayangnya, penanganan terhadap masalah ini masih kurang serius. Oleh karena itu, pemerintah daerah sebaiknya memperhatikan aspek regulasi yang tidak hanya terfokus pada perizinan, tetapi juga pengawasan, pengelolaan, serta dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat setempat.