Selisih Antara Penghargaan dan Kenyataan

Geograph.id – Menuju perayaan HUT ke-110 Kota Malang, kota ini meraih penghargaan yang memuaskan. Pada tanggal 5 Maret 2024 kemarin, Pemerintah Kota Malang melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) berhasil meraih Piala Adipura tahun 2023 untuk kategori Kota Besar. Penghargaan penghargaan ini diterima oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang, Noer Rahman Wijaya, dari Wakil Menteri Lingkungan Hidup, Alue Dohong.

Piala Adipura meraih komitmen dan upaya yang telah dilakukan Kota Malang dalam bidang kebersihan dan pengelolaan lingkungan perkotaan, Ruang Terbuka Hijau (RTH), kondisi operasional Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) serta inovasi yang dilakukan daerah dalam mewujudkan kota bersih, teduh dan berkelanjutan.

Meskipun prestasi Piala Adipura tahun 2023 menjadi momen kebanggaan bagi Kota Malang, tidak dapat disangkal bahwa kenyataan di lapangan masih menunjukkan tantangan yang serius dalam pengelolaan sampah. Di tengah apresiasi atas upaya yang telah dilakukan, masyarakat dan pemerintah Kota Malang harus menghadapi kenyataan bahwa masih ada ketidaksesuaian antara diberikannya hal tersebut dengan kondisi sesuai sebenarnya di lapangan.

Fenomena tanah kosong yang tiba-tiba menjadi tempat pembuangan sampah menjadi cerminan dari masalah yang perlu segera diatasi. Ketika tanah tanah yang seharusnya digunakan untuk kepentingan lain berubah menjadi tempat pembuangan sampah ilegal, hal ini tidak hanya menimbulkan dampak visual yang buruk, tetapi juga berdampak negatif pada lingkungan sekitar dan kesehatan masyarakat.

Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan sampah di Kota Malang masih perlu ditingkatkan. Kondisi ini menunjukkan bahwa masyarakat perlu lebih sadar akan pentingnya membuang sampah pada tempatnya, dan infrastruktur pengelolaan sampah perlu ditingkatkan kualitasnya.

Sebenarnya Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Malang Noer Rahman telah menerima laporan warga mengenai banyak lahan kosong yang dijadikan tempat pembuangan sampah.

Rahman mengatakan ini terjadi karena berkurangnya tempat pembuangan sampah yang seharusnya ada di setiap kelurahan. Sehingga warga memilih untuk membuang sampah sembarangan di lahan kosong.

“Seperti di Jalan Esberg (Kelurahan Karangbesuki) yang membuat timbunan sampah di lahan kosong, kemudian di Jodipan juga ada, Kedungkandang, Tanjung, 4 wilayah ini. Alasannya warga merasa keinginan kalau membuang sampah di TPS lain kelurahan, sehingga di taruh sembarangan,” kata Rahman pada Selasa (31/1/2023). Dikutip dari Kompas.com

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2022, Kota Malang memiliki sebanyak 74 unit Tempat Pembuangan Sampah (TPS) yang dikelola. TPS ini tersebar di beberapa kecamatan, antara lain Klojen, Blimbing, Sukun, Lowokwaru, dan Kedungkandang. Kehadiran TPS yang tersebar di berbagai wilayah kecamatan tersebut menjadi indikasi komitmen pemerintah Kota Malang dalam upaya pengelolaan sampah yang baik.

Guna Menekan Angka Sampah, apakah pemerintah hanya fokus pada fasilitas tanpa memikirkan bagaimana mengurangi lewat manusia itu sendiri?

Pasal 12 Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah menyatakan bahwa setiap individu yang terlibat dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah serupa wajib mengurangi dan mengatasi sampah dengan mempertimbangkan aspek lingkungan.

Dengan melihat aturan tersebut, menjadi jelas bahwa setiap individu memiliki tanggung jawab terhadap pengelolaan sampah. Namun dalam praktiknya, masalah sampah tetap menjadi tantangan yang rumit untuk diatasi.

Dalam undang-undang yang sama, Pasal 6 mengamanatkan kepada pemerintah untuk mengembangkan dan meningkatkan kesadaran terkait pengelolaan sampah masyarakat. Hal ini menegaskan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memainkan peran penting dalam mendidik dan memberdayakan masyarakat dalam upaya pengelolaan sampah. Dengan demikian, pemerintah diharapkan tidak hanya bertindak sebagai pengelola, tetapi juga sebagai fasilitator dalam menggerakkan perubahan perilaku dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan melalui pengelolaan sampah yang baik.

Demikian pula larangan penggunaan plastik sekali pakai di Pulau Bali, tertuang dalam penerbitan Peraturan Gubernur (Pergub) Bali No. 97 Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik. Melalui kebijakan ini, pemerintah Bali melarang penggunaan kantong plastik sekali pakai di toko-toko, pasar tradisional, dan pusat dunia dunia di seluruh pulau. Larangan ini dimaksudkan untuk mengurangi dampak negatif plastik sekali pakai terhadap lingkungan

Pemerintah dapat membuat strategi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pengelolaan sampah. Salah satunya adalah melalui kampanye sosialisasi yang luas, edukasi di berbagai tingkat masyarakat, kerja sama dengan institusi pendidikan, perusahaan swasta, dan LSM, pemberian insentif kepada individu atau kelompok yang berperan aktif dalam pengelolaan, juga sanksi penerapan bagi pelanggar peraturan dapat menjadi penegakan hukum yang efektif, serta membuat aturan ketat soal pemilahan sampah, dari produsen, distributor hingga konsumen. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan masyarakat akan semakin sadar dan terlibat dalam menjaga lingkungan dengan memperlakukan sampah secara bijak dan bertanggung jawab.

Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *