Geograph.id – Tembakau memang menjadi salah satu komoditas penting bagi pendapatan negara Indonesia melalui cukai hasil tembakau (CHT). Dilansir dari Data Box, realisasi pendapatan CHT terus meningkat dari tahun 2012 hingga 2022, dan pada tahun 2022, pendapatan ini mencapai hampir 220 triliun rupiah. Angka ini menunjukkan peningkatan yang signifikan dan memberikan kontribusi besar terhadap kas negara.
Namun, keberhasilan ini tidak selaras dengan kesejahteraan para petani tembakau. Mereka menghadapi berbagai tantangan, seperti perubahan iklim yang tidak menentu dan kebijakan kenaikan tarif CHT. Pada tanggal 3 November 2022, Presiden Jokowi mengumumkan kenaikan tarif cukai CHT sebesar 10% untuk tahun 2023 dan 2024. Kenaikan tarif ini diprediksi akan menurunkan permintaan tembakau dari petani ke pabrik, yang berimbas pada penurunan pendapatan para petani.
Kebijakan kenaikan cukai ini dianggap tidak manusiawi oleh banyak pihak karena dianggap tidak memperhatikan kondisi para petani tembakau yang sudah kesulitan. Mereka tidak hanya harus beradaptasi dengan perubahan iklim, tetapi juga harus menghadapi tekanan ekonomi dari kebijakan tersebut. Keputusan ini diperkirakan akan memicu banyak aksi protes dari para petani dan pihak-pihak terkait yang merasa dirugikan.
Untuk mencapai keseimbangan antara pendapatan negara dan kesejahteraan petani, perlu ada solusi yang lebih komprehensif dan inklusif. Pendekatan yang mungkin bisa dilakukan antara lain adalah memberikan subsidi atau bantuan langsung kepada petani tembakau, mengembangkan alternatif sumber pendapatan bagi petani, atau melakukan dialog yang lebih intensif antara pemerintah dan perwakilan petani untuk mencari solusi bersama yang tidak merugikan salah satu pihak.