



Geograph.id - Sejak disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker), kontroversi terus mengiringi implementasinya. Salah satu sorotan utama adalah bagaimana regulasi ini membuka celah bagi legalisasi lahan sawit yang telah terlanjur ditanam di kawasan hutan. Regulasi ini bak karpet merah menuju kehancuran lingkungan. Dalam praktiknya, perusahaan yang sebelumnya dianggap ilegal kini bisa mendapatkan status sah dengan membayar denda administratif. Hal ini memicu kekhawatiran bahwa UU Ciptaker justru menjadi instrumen ‘pemutihan’ bagi ekspansi sawit yang telah menghancurkan ekosistem hutan Indonesia.
Geograph.id – Dengan meningkatnya kesadaran publik tentang masalah lingkungan, banyak perusahaan berusaha menunjukkan komitmen mereka terhadap keberlanjutan alam. Namun, tidak dapat semata-mata. Fenomena greenwashing, di mana perusahaan percaya bahwa produk atau layanan mereka lebih ramah lingkungan, pada kenyataannya, lebih luas.
Geograph.id – Apakah dunia benar-benar sedang menuju era ramah lingkungan, atau hanya memoles wajah polusi dalam wujud baru? Ketika kendaraan listrik seperti mobil dan motor melaju tanpa suara, jejak kerusakan justru tertinggal di tempat lain. Mulai dari tambang, pabrik baterai, hingga tumpukan limbah beracun.
Geograph.id - Di negeri yang dijuluki zamrud khatulistiwa, Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan kekayaan alam melimpah. Dari hutan tropis yang luas, laut yang kaya akan biota, hingga gunung-gunung dan tambang yang menyimpan emas, batu bara, dan mineral lainnya. Seharusnya semua itu menjadi modal untuk menyejahterakan rakyat dan diwariskan kepada generasi mendatang. Namun, realitas berkata lain. Kekayaan itu justru menjadi sasaran eksploitasi besar-besaran, dan ironisnya, pelakunya bukan bangsa asing seperti yang sering disebut-sebut, melainkan oleh tangan-tangan mereka yang terlahir dari rahim bumi pertiwi, bak penjarahan dalam rumah sendiri.Di negeri yang dijuluki zamrud khatulistiwa, Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan kekayaan alam melimpah. Dari hutan tropis yang luas, laut yang kaya akan biota, hingga gunung-gunung dan tambang yang menyimpan emas, batu bara, dan mineral lainnya. Seharusnya semua itu menjadi modal untuk menyejahterakan rakyat dan diwariskan kepada generasi mendatang. Namun, realitas berkata lain. Kekayaan itu justru menjadi sasaran eksploitasi besar-besaran, dan ironisnya, pelakunya bukan bangsa asing seperti yang sering disebut-sebut, melainkan oleh tangan-tangan mereka yang terlahir dari rahim bumi pertiwi, bak penjarahan dalam rumah sendiri.




Geograph.id– Sejak disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker), kontroversi terus mengiringi implementasinya. Salah satu sorotan utama adalah bagaimana regulasi ini membuka celah bagi legalisasi lahan sawit yang telah terlanjur ditanam di kawasan hutan. Regulasi ini bak karpet merah menuju kehancuran lingkungan. Dalam praktiknya, perusahaan yang sebelumnya dianggap ilegal kini bisa mendapatkan status sah dengan membayar denda administratif. Hal ini memicu kekhawatiran bahwa UU Ciptaker justru menjadi instrumen ‘pemutihan’ bagi ekspansi sawit yang telah menghancurkan ekosistem hutan Indonesia.
Geograph.id – Dengan meningkatnya kesadaran publik tentang masalah lingkungan, banyak perusahaan berusaha menunjukkan komitmen mereka terhadap keberlanjutan alam. Namun, tidak dapat semata-mata. Fenomena greenwashing, di mana perusahaan percaya bahwa produk atau layanan mereka lebih ramah lingkungan, pada kenyataannya, lebih luas.
Geograph.id – Apakah dunia benar-benar sedang menuju era ramah lingkungan, atau hanya memoles wajah polusi dalam wujud baru? Ketika kendaraan listrik seperti mobil dan motor melaju tanpa suara, jejak kerusakan justru tertinggal di tempat lain. Mulai dari tambang, pabrik baterai, hingga tumpukan limbah beracun.
Geograph.id– Di negeri yang dijuluki zamrud khatulistiwa, Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan kekayaan alam melimpah. Dari hutan tropis yang luas, laut yang kaya akan biota, hingga gunung-gunung dan tambang yang menyimpan emas, batu bara, dan mineral lainnya. Seharusnya semua itu menjadi modal untuk menyejahterakan rakyat dan diwariskan kepada generasi mendatang. Namun, realitas berkata lain. Kekayaan itu justru menjadi sasaran eksploitasi besar-besaran, dan ironisnya, pelakunya bukan bangsa asing seperti yang sering disebut-sebut, melainkan oleh tangan-tangan mereka yang terlahir dari rahim bumi pertiwi, bak penjarahan dalam rumah sendiri.
Berita Terkini
- Most-Read

Geograph.id– Di tengah hiruk-pikuk ketidakpedulian terhadap krisis iklim, muncul sosok remaja Swedia yang berani mengguncang dunia dengan kata-katanya yang tajam dan aksinya yang konsisten. Greta Thunberg bukan hanya simbol perlawanan anak muda terhadap perubahan iklim, tetapi juga bukti bahwa satu suara bisa menggugah jutaan hati. Kehidupan Greta Thunberg Lahir di…

Kegiatan Penanaman Mangrove. Gambar: JawaPos.com Geograph.id — Agung Sedayu Group menggandeng organisasi Natabumi Warga Bumi Putra Indonesia (WBI) dalam aksi penghijauan di kawasan pesisir Tanjung Pasir, Teluk Naga, Kabupaten Tangerang. Sebanyak 7.000 bibit mangrove ditanam dari total 15.000 bibit yang disiapkan dalam program bertajuk Warga Bumiputra Indonesia Pulihkan Mangrove Pesisir.…

Geograph.id – Orang-orang di PT Wilmar di Dumai, Riau, pada akhir April 2025 terkejut ketika seekor Harimau Sumatera muncul di area pabrik. Kamera pengawas merekam kejadian tersebut, dan video itu langsung tersebar di media sosial, menyebabkan kepanikan dan keprihatinan umum. Namun, ada cerita yang lebih dalam di balik kejutan tersebut.…

Geograph.id – Industri kecantikan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari gaya hidup masyarakat modern. Namun, di balik pesatnya pertumbuhan sektor ini, terdapat isu lingkungan yang patut menjadi perhatian, yakni limbah dan sampah dari produk kecantikan. Mulai dari kemasan plastik hingga bahan kimia aktif yang terkandung dalam produk, semuanya berkontribusi terhadap…